REFERAT GANGGUAN PADA CARDIAC OUTPUT (CO)

Oleh : dr. Igun Winarno, Sp. An, Nudar Fataha, Imelia Anggraeni 

PENDAHULUAN 

Masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang sedang dihadapi dalam pembangunan kesehatan bersifat double burden, yaitu masih banyaknya penyakit menular yang belum terselesaikan, namun penyakit tidak menular semakin meningkat terutama penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD). Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyakit yang menyerang organ tubuh jantung dan pembuluh darah yang menyebabkan gangguan pada organ tersebut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Setiap tahun terjadi 58 juta kematian di dunia, 17,5 juta (30%) diantaranya disebabkan oleh PJPD, terutama oleh serangan jantung sebanyak 7,6 juta (43%). Tahun 2015, diperkirakan kematian akibat PJPD di dunia meningkat menjadi 20 juta (Kemenkes. 2009).

Sistem kardiovaskuler adalah kumpulan organ yang bekerja sama untuk melakukan fungsi transportasi dalam tubuh manusia. Sistem ini bertanggung jawab untuk mentransportasikan darah, yang mengandung nutrisi, bahan sisa metabolisme, hormone, zat kekebalan tubuh, dan zat lain ke seluruh tubuh. Sehingga, tiap bagian tubuh akan mendapatkan nutrisi dan dapat membuang sisa metabolismenya ke dalam darah.

Cardiac Ouput mempunyai peranan penting sebagai salah satu faktor untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi atau perfusi kejaringan sebagai tujuan dari funsgi kardiovaskuler. Cardiac Ouput adalah frekuensi jantung (heart rate) dikali dengan volume sekuncup (stroke volume) (Guyton, 2010). Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompa ke dalam aorta oleh jantung setiap menit. Juga merupakan jumlah darah yang mengalir melalui sirkulasi. Curah jantung merupakan salah satu faktor terpenting yang harus kita pertimbangkan dalam hubungannya dengan sirkulasi karena merupakan jumlah aliran darah menuju ke seluruh jaringan tubuh.

Selain itu, Cardiac ouput/curah jantung merupakan bagian yang penting diperhatikan dalam tatalaksana pasien risiko tinggi pada fase peri-operatif atau di ICU. Pengawasan/monitoring CO pada pasien sakit kritis sangat dianjurkan untuk dilakukan dengan tujuan untuk membantu mempertahankan oksigenasi jaringan (Connors, 1996). Karena CO tidak dapat diperkirakan dengan baik dengan menggunakan pemeriksaan fisik atau pemeriksaan rutin lainnya, nilai CO sendiri dapat memberikan informasi yang sangat bermanfaat kepada dokter anestesi atau intensivist dalam melakukan tata laksana pada pasien dengan masalah kompleks (Pugsley, 2010).


TINJAUAN PUSTAKA

A.    Definisi

Cardiac output (CO) adalah volume darah yang dipompa oleh masing-masing ventrikel per menit (bukan jumlah total darah yang dipompa oleh jantung). Selama suatu periode waktu, volume darah yang mengalir melalui sirkulasi paru sama dengan volume yang mengalir melalui sirkulasi sistemik (Sherwood, 2018). Selain itu, jumlah darah yang dipompa ke dalam aorta oleh jantung setiap menit, juga merupakan jumlah darah yang mengalir melalui sirkulasi. Heart rate, preload, afterload, kontraktilitas sangat menentukan CO pada gilirannya bila dikombinasikan resistensi arteri perifer akan menentukan perfusi ke organ (Guyton, 2011).

Faktor yang memengaruhi cardiac output  adalah kecepatan jantung (denyut per menit) dan isi sekuncup (volume darah yang dipompa perdenyut). Kecepatan jantung rerata saat istirahat adalah 70 denyut per menit, ditentukan oleh rimisitas nodus SA.  Isi sekuncup rerata saat istirahat adalah 70 ml per denyut, menghasilkan curah jantung rerata 4900 ml/mnt, atau mendekati 5 liter per menit:

Cardiac Output (CO)        =  Heart Rate (HR)  x Stroke Volume (SV) 

=   70 denyut/menit x 70 ml/denyut   = 4900 ml/menit = 5000 ml/menit

Volume ini mendekati volume darah total yaitu sekitar 5 liter pada pria dewasa. Faktor yang meningkatkan Stroke Volume darah yang mengalir melalui sirkulasi paru dan sistemik masing-masing menit. Faktor yang meningkatkan Stroke Volume (SV) atau Heart Rate (HR) biasanya dapat meningkatkan CO, contohnya selama olahraga ringan, misalnya Stroke Volume dapat meningkat hingga 100 mL/denyut dan Heart Rate hingga 100 denyut/menit, sehingga CO akan menjadi 10 L/menit.

Cadangan jantung adalah perbedaan antara CO2 maksumum seseorang dan CO2 saat istirahat. Rata-rata orang memiliki cadangan jantung empat atau lima kali lipat pada saat istirahat. Orang dengan penyakit jantung mungkin memiliki sedikit atau tidak ada cadangan jantung, yang membatasi kemampuan melaksanakan bahkan tugas-tugas sederhana dalam kehidurpan sehari-hari.

B.    Anatomi dan Fisiologi Kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler terdiri atas rangkaian jantung dan pembuluh darah arteri dan vena. Sistem sirkulasi memiliki tiga komponen dasar: (Sherwood, 2018)

1.     Jantung berfungsi sebagai pompa yang memberi tekanan pada darah untuk menghasilkan gradien tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke jaringan.

2.     Pembuluh darah berfungsi sebagai saluran untuk mengarahkan dan menyebarkan darah dari jantung ke semua bagian tubuh dan kemudian dikembalikan ke jantung

3.     Darah adalah medium pengangkut tempat larut atau tersuspensinya bahan-bahan (misalnya O2, CO2, nutrient, zat sisa, elektrolit dan hormone) yang akan diangkut jarak jauh ke berbagai bagian tubuh.

Jantung adalah organ berongga dan berotot seukuran kepalan. Organ ini terletak di rongga thoraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum (tulang dada) disebelah anterior dan vertebra (belakang) di posterior. Jantung memiliki dasar lebar di atas dan meruncing membentuk titik di ujungnya, apeks, di bagian bawah. Jantung terletak menyudut di bawah sternum sedemikian sehingga dasarnya terutama terletak di kanan dan apeks di kiri sternum (Sherwood, 2018).

 Jantung memiliki empat ruangan yang dipisahkan oleh septum, yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan ventrikel kiri. Atrium berperan menerima darah ke jantung dan ventrikel berperan untuk memompa darah keluar jantung (Martini, 2012).

Rongga-rongga atas, atrium, menerima darah yang Kembali ke jantung dan memindahkan ke rongga bawah, ventrikel yang memompa darah dari jantung. Pembuluh yang mengembalikan darah dari jaringan ke atrium adalah vena, dan yang membawa darah dari ventrikel ke jaringan adalah arteri. Kedua paruh jantung dipisahkan oleh septum, suatu partisi berotot kontinyu yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi jantung. Pemisahan ini sangan penting karena separuh kanan jantung menerima dan memompa darah miskin O2, sementara sisi kiri jantung menerima dan memompa darah kaya O2 (Sherwood, 2018).  

Jantung memiliki fungsi utama memompa darah yang kaya akan oksigen ke seluruh tubuh. Atrium kanan menerima darah yang mengandung CO2 dari seluruh tubuh melalui vena kava superior dan inferior, dan juga dari otot jantung melalui sinus koronaria. Darah yang mengandung CO2 dialirkan ke ventrikel kanan melalui katup trikuspid untuk menuju ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. Dalam paru-paru terjadi proses oksigenasi di alveoli. Selanjutnya darah yang mengandung O2 dialirkan melalui vena pulmonalis menuju atrium kiri yang dilanjutkan untuk dialirkan ke ventrikel kiri melalui katup bikuspid. Ventrikel kiri memiliki peran penting untuk memompa darah yang teroksigenasi menuju sirkulasi sitemik melalui katup aorta. Setiap siklus akan berulang pada denyut nadi selanjutnya (Rehman, 2019).

Pada setiap denyut jantung terdiri atas kontraksi ruang jantung yang diregulasi dengan sistem konduksi elektrik. Diawali dari nodus Sinoatrial (SA node) yang terletak di antara vena kava superior dan atrium kanan sebagai pacemaker utama yang menghasilkan stimuli elektrik. Konduksi berlanjut menuju nodus Atrioventrikular (AV node) yang terletak di trigonum Koch, yang selanjutnya dikonduksi melalui bundle of his dengan sedikit penundaan agar tidak terjadi penumpukan stimuli konduksi. Sistem konduksi dilanjutkan ke percabangan bundle of his kanan dan kiri ynag memili banyak percabangan yang disebut dengan serabut purkinje. Sistem konduksi menghasilkan konstraksi yang beraturan dan selaras (Tucker, 2018).

C.    Siklus Jantung

Siklus jantung terdiri dari satu periode relaksasi yang disebut dengan distolik, yaitu periode pengisian jantung dengan darah, yang diikuti oleh saru periode kontraksi yang disebut dengan sistolik. Lama berlangsungnya keseluruhan siklus jantung termasuk sistol dan diastol, berbanding terbalik dengan frekuensi denyut  jantung. Sebagai contoh, bila frekuensi denyut jantung adalah 72 denyut/menit, lama siklus jantung adalah 1/72 denyut/ menit–sekitar 0,0139 menit per denyut, atau 0,833 detik per denyut (Guyton, 2011).

1.     Fungsi Atrium Sebagai Pompa Pendahuluan

Pada keadaan normal, darah mengalir secara terus-menerus dari vena-vena besar menuju ke atrium; kira-kira 80 persen dari darah tersebut akan mengalir langsung melewati atrium dan masuk ke dalam ventrikel bahkan sebelum atrium berkontraksi. Selanjutnya, kontraksi atrium biasanya menyebabkan tambahan pengisian ventrikel sebesar 20 persen. Oleh karena itu, atrium dikatakan berfungsi sebagai pompa primer yang meningkatkan efektivitas pompa ventrikel sebanyak 20 persen. Namun, jantung bahkan dapat terus bekerja pada keadaan tanpa tambahan efektivitas sebesar 20 persen tersebut, karena secara normal jantung mempunyai kemampuan untuk memompakan darah 300 sampai 400 persen lebih banyak darah daripada yang dibutuhkan oleh tubuh pada keadaan istirahat. Oleh karena itu, bila atrium gagal berfungsi, perbedaan ini tidak terlalu diperhatikan kecuali kalau orang tersebut berolahraga; maka adakalanya timbul gejalagejala gagal jantung akut, terutama sesak napas (Guyton, 2011).

2.     Fungsi Ventrikel sebagai Pompa

Pengisian Ventrikel Selama Diastol. Selama fase sistol ventrikel, sejumlah besar darah berkumpul dalam atrium kiri dan kanan, karena katup A-V tertutup. Oleh karena itu, segera sesudah sistol selesai dan tekanan ventrikel turun lagi sampai ke nilai diastolnya yang rendah, tekanan yang cukup tinggi, yang telah terbentuk di dalam atrium selama fase sistol ventrikel, segera mendorong katup A-V agar terbuka sehingga darah dapat mengalir dengan cepat ke dalam ventrikel. Keadaan ini disebut sebagai periode pengisian cepat pada ventrikel (Guyton, 2011).


Periode pengisian cepat berlangsung kira-kira pada sepertiga pertama dari diastolik. Selama sepertiga kedua dari diastolik, biasanya hanya ada sedikit darah yang mengalir ke dalam ventrikel; darah ini adalah darah yang terus mengalir masuk ke dalam atrium dari vena-vena, dan dari atrium langsung masuk ke ventrikel. Selama periode sepertiga akhir dari diastolik, atrium berkontraksi dan memberikan dorongan tambahan terhadap aliran darah yang masuk ke dalam ventrikel; dan merupakan kira-kira 20 persen dari pengisian ventrikel pada setiap siklus jantung (Guyton, 2011).

Pengosongan ventrikel selama sistolik, Periode Kontraksi Isovolemik (Isometrik). Segera sesudah ventrikel mulai berkontraksi, tekanan ventrikel meningkat dengan tiba-tiba, seperti yang digambarkan dalam Gambar 9-6, sehingga menyebabkan katup A-V menutup. Selanjutnya dibutu tuhkan tambahan waktu sebanyak 0,02 sampai 0,03 detik bagi ventrikel agar dapat menghimpun tekanan yang cukup untuk mendorong katup semilunaris (katup aorta dan katup pulmonalis) agar terbuka melawan tekanan di dalam aorta dan arteri pulmonalis. Oleh karena itu, selama periode ini, akan terjadi kontraksi di dalam ventrikel, namun belum ada pengosongan. Periode ini disebut sebagai periode kontraksi isometrik atau isovolemik, yang berarti ada kenaikan tegangan di dalam otot namun tidak ada atau terjadi sedikit pemendekan serat-serat otot.

Periode Ejeksi. Bila tekanan ventrikel kiri meningkat sedikit di atas 80 mm Hg, (dan tekanan ventrikel kanan meningkat sedikit di atas 8 mm Hg), maka tekanan ventrikel ini akan men- dorong katup semilunaris supaya terbuka. Segera setelah itu, darah mulai mengalir keluar dari ventrikel, sekitar 70 persen dari proses pengosongan darah terjadi selama sepertiga pertama dari periode ejeksi dan 30 persen sisa pengosongan terjadi selama dua pertiga berikutnya. Oleh karena itu, waktu sepertiga yang pertama disebut sebagai periode ejeksi cepat dan waktu duapertiga yang terakhir disebut sebagai periode ejeksi lambat (Guyton, 2011).

Periode Relaksasi Isovolemik (Isometrik). Pada akhir sistolik, relaksasi ventrikel mulai terjadi secara tiba-tiba, sehingga baik tekanan intraventrikel kiri maupun kanan menurun dengan cepat. Peninggian tekanan di dalam arteri besar yang berdilatasi, yang baru saja diisi dengan darah yang berasal dari ventrikel yang berkontraksi, segera mendorong darah kembali ke ventrikel sehingga aliran darah ini akan menutup katup aorta dan katup pulmonalis dengan keras. Selama 0,03 sampai 0,06 detik berikutnya, otot ventrikel terus berelaksasi, meskipun volume ventrikel tidak berubah, sehingga menyebabkan periode relaksasi isovolemik atau isometrik. Selama periode ini, tekanan intraventrikel menurun dengan cepat sekali ke tekanan diastoliknya yang rendah. Selanjutnya katup A-V akan terbuka untuk memulai siklus pemompaan ventrikel yang baru (Guyton, 2011).

Volume Diastolik-Akhir, Volume Sistolik-Akhir, dan Curah Isi Sekuncup. Selama fase diastolik, pengisian ventrikel yang normal akan meningkatkan volume setiap ventrikel sampai kira-kira 110 hingga 120 ml. Volume ini disebut volume diastolik-akhir. Selanjutnya, sewaktu ventrikel mengosongkan isinya selama fase sistolik, volume ventrikel akan menurun sampai kira-kira 70 ml, yang disebut sebagai curah isi sekuncup. Volume yang masih tertinggal dalam setiap ventrikel, yakni kira-kira 40 sampai 50 ml, disebut sebagai volume sistolik-akhir. Bagian dari volume diastolik-akhir yang disemprotkan keluar disebut bagian ejeksi biasanya sama dengan kira-kira 60 persen. Bila jantung berkontraksi dengan kuat, volume sistolik-akhir dapat berkurang hingga mencapai 10 sampai 20 ml. Sebaliknya, bila sejumlah besar darah mengalir masuk ke dalam ventrikel selama fase diastolik, volume diastolik akhir ventrikel dapat menjadi 150 sampai 180 ml pada jantung yang sehat. Dengan menaikkan volume diastolik-akhir dan menurunkan volume sistolik-akhir, curah isi sekuncup sering kali dapat ditingkatkan sampai kira-kira lebih dari dua kali volume normal (Guyton, 2011).

D.    Cara Pengukuran Cardiac Output (CO)

 Pada manusia, kecuali pada keadaan-keadaan yang jarang, curah jantung diukur secara tidak langsung dengan metode yang tidak memerlukan pembedahan. Dua di antara metode yang digunakan untuk studi eksperimental adalah metode Fick oksigen (oxygen Fick method) dan metode pengenceran indikator (indicator dilution method). Curah jantung juga dapat diperkirakan menggunakan ekhokardiogram, satu metoda menggunakan gelombang ultrasound yang dilepas dari transduser yang ditempatkan pada dinding dada atau dilewatkan melalui esofagus pasien untuk mengukur besar rongga jantung, serta kecepatan aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta. Volume sekuncup dihitung dari kecepatan aliran darah ke dalam aorta dan luas penampang aorta ditetapkan dari diameter aorta yang diukur menggunakan pencitraan ultrasound. Selanjutnya curah jantung dihitung dari produk volume sekuncup dan frekuensi denyut jantung (Guyton, 2011).

Pada penerapan metode Fick untuk mengukur curah jantung manusia, darah vena campuran biasanya diperoleh melalui kateter yang disisipkan ke dalam vena brakialis di lengan atas, melewati vena subklavia, turun ke atrium kanan dan, akhirnya, ke dalam ventrikel kanan atau arteri pulmonalis. Darah arteri sistemik kemudian dapat diperoleh dari arteri sistemik mana pun dalam tubuh. Kecepatan absorpsi oksigen oleh paru dihitung melalui kecepatan hilangnya oksigen dari udara respirasi, dengan menggunakan pengukur oksigen (oxygen meter) jenis apa pun (Guyton, 2011). Prinsip Fick menyatakan bahwa jumlah suatu bahan yang diserap oleh suatu organ (atau seluruh tubuh) per satuan waktu sama dengan kadar bahan tersebut di dalam arteri dikurangi kadar vena (perbedaan A-V) dikali aliran darah. Prinsip ini dapat diterapkan, tentu saja, hanya dalam situasi-situasi dengan darah arteri sebagai satu-satunya sumber dari bahan yang diserap tersebut. Prinsip ini dapat digunakan untuk menentukan curah jantung dengan mengukur jumlah O2 yang dikonsumsi oleh tubuh pada suatu waktu tertentu dan membagi angka ini dengan perbedaan A-V di paru (Gannong, 2012).

Teknik pengenceran indikator yang populer adalah termodilusi, dengan menggunakan indikator salin dingin. Salin disuntikkan ke dalam atrium kanan melalui salah satu sisi dari kateter berlumen-ganda, dan perubahan suhu di darah direkam di arteri pulmonalis, dengan menggunakan sebuah termistor di sisi lain kateter yang lebih panjang. Perubahan suhu berbanding terbalik dengan jumlah darah yang mengalir melalui arteri pulmonalis, yi. sesuai tingkat pengenceran salin dingin oleh darah. Teknik ini memiliki dua keunggulan penting: (1) salin merupakan bahan yang benar-benar aman; dan (2) suhu dingin mengalami penyebaran di jaringan sehingga resirkulasi tidak menjadi masalah, dan kita dengan mudah dapat melakukan pengukuran ulang (Ganong,2012).

E.    Regulasi Cardiac Output (CO)

1.     Regulasi Stroke Volume (SV)

Jantung yang sehat akan memompa darah keluar dan masuk ke atrium selama diastole sebelumnya. Dengan kata lain, jika lebih banyak darah Kembali ke jantung selama diastole, kemudian lebih banyak darah dikeluargakn selama sistol selanjutnya. Saat istirahat, Stroke Volume adalah 50-60% dari End-Diastole Volume (EDV) karena 40-50% darah tersisa di ventrikel setelah setiap kontraksi (End-Sistolik Volume). Tiga faktor yang mengatur Stroke Volume dan memastikan bahwa ventrikel kiri dan kanan dapat memompa darah dengan volume yang sama: (1) preload, tingkat regangan di jantung sebelum berkontraksi; (2) kontraktilitas, kekuatan kontraksi serabut otot ventrikel; (3) afterload, tekanan yang harus dicapai sebelum keluarnya darah dari ventrikel (Tortora, 2009).

F.   Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Cardiac Output

1.     Faktor-faktor berpengaruh terhadap heart rate (HR)

a)     Inervasi otonom

Sistem saraf yang meregulasi denyut jantung terletak di pusat kardiovaskuler (cardiovascular center) di medulla oblongata dimana pusat ini menerima input dari reseptor sensori dan pusat-pusat otak lain seperti sistem limbik dan korteks serebri dan kemudian mengeluarkan output berupa menaikan atau menurunkan frekuensi impuls saraf simpatis maupun parasimpatis dari saraf otonom. Input untuk meningkatkan atau menurunkan denyut jantung sebgaian besar berasal dari prioreseptor yang memonitoring posisi ekstremitas dan otot, kemoreseptor yang memonitor perubahan kimiawi darah, dan baroreseptor yang memonitor tekanan darah yang elewati arkus aorta dan arteri karotis (Tortora,). Pusat kardiovaskuler memiliki pusat kardioaselerator (cardioacceleratory center) sebagai pengatur saraf simpatis untuk meningkatkan denyut jantung dan pusat kardioinhibitor (cardioinhibitory center) sebagai pengatur saraf parasimpatis untuk menurunkan denyut jantung (Martini, 2018)

Saraf simpatis dari medulla oblongata akan memanjang ke medulla spinalis. Dari medulla spinalis torakal, nervus aselerator kardiak simpatis akan memanjang menjadi sinoarthrial node (SA node), atrioventricular node (AV node), dan menyebar ke miokardium. Sedangkan impus nervus parasimpatis menuju jantung melalui nervus vagus (n.X) dekstra dan sinistra dan berakhir di SA node, AV node, dan atrium miokardium (Tortora, 2012).

Efek utama stimulasi simpatis terhadap jantung berupa percepatan depolarisasi akibat dari pengeluaran transmitter norepinefrin pada sel-sel jantung. Norepinefrin meningkatkan laju masuknya ion Na+ dan Ca2+ sehingga meningkatkan laju depolarisasi pada nodus SA (Lange, 2006; Sherwood, 2018). Peningkatan Ca2+ juga mampu meningkakan kontraktilitas jantung sehingga mampu meningkatkan stroke volume (Tortora). Stimulasi simpatis pada nodus AV yakni mengurangi jeda nodus AV dengan meningkatkan kecepatan hantaran akibat meningkatnya arus Ca2+ juga mempercepat penyebaran potensial aksi ke seluruh jalur hantaran khusus (Sherwood, 2018).

Efek parasimpatis pada jantung berupa pengeluaran asetilkolin yang akan membuka kanal K+ sehingga ion K+ keluar dari sel-sel nodus dan memperlambat depolarisasi dan meningkatkan periode repolarisasi (Martini, 2018). Asetilkolin meningkatkan permeabilitas kanal K+ dengan melalui pengikatan dengan reseptor kolinergik di nodus SA (Sherwood, 2018). Dikarenakan hanya sedikit nervus vagal yang mempersarafi otot ventrikel, perubahan pada altifitas parasimpatik berpengaruh minim terhadap kontraktilitas ventrikel (Tortora, 2012).

Reflek Bainbridge atau reflek atrial merupakan suatu reflek yang diakibatkan oleh peruahan venous return. Apabila terjadi peningkatan venous return, maka dinding atrium akan merenggang untuk mengakomodasi volume darah yang masuk ke atrium. Peregangan dinding atrium akan diterima oleh jaringan otot jantung pada nodus SA atau reseptor regang yang terdapat pada dinding atrium dan menyebabkan terjadinya reflek peningkatan heart rate dengan aktivasi sistem simpatis (Martini, 2018).

b)    Hormon

Epinefrin, norepinefrin, dan hormon tiroid berefek pada nodus SA sehingga mampu meningkatnkan heart rate. Epinefrin juga mempengaruhi kontraktilitas sel. Apabila terjadi stimulasi simpatis besar pada medulla kelenjar adrenal, maka akan terjadi eksitasi berlebih pada miokardium dan menyebabkan terjadinya koontraksi abnormal (Martini, 2018). Olahraga, stress, dan perasaan bahagia atau meluap (excitement) mampu meningkatkan ekskresi hormon oleh medulla kelenjar adrenal. Hormon tiroid mampu meningkatkan kontraktilitas dan denyut jantung dengan ciri hipertiroid berupa takikardi (Tortora, 2012).

c)     Faktor-faktor lain

Reflek Bainbridge atau reflek atrial merupakan suatu reflek yang diakibatkan oleh peruahan venous return. Apabila terjadi peningkatan venous return, maka dinding atrium akan merenggang untuk mengakomodasi volume darah yang masuk ke atrium. Peregangan dinding atrium akan diterima oleh jaringan otot jantung pada nodus SA atau reseptor regang yang terdapat pada dinding atrium dan menyebabkan terjadinya reflek peningkatan heart rate dengan aktivasi sistem simpatis (Martini, 2018).

Usia, jenis kelamin, kebugaran tubuh, dan suhu juga berpengaruh terhadap denyut jantung. Pada neonatuss, denyut jantung saat istirahat mampu mencapai 120x/menit. Wanita dewasa biasanya memiliki denyut jantung istirahat lebih tinggi dibandingkan pria. Seseorang dengan tubuh amat bugar memingkinkan memiliki bradikardi, denyut jantung per menit saat istirahat dibawah 50x/menit. Peningkatan suhu tubuh mampu meningkatkan denyut jantung dengan peningkatan kecepatan discharge impuls nodus SA, sedangkan penutunan suhu mampu menurunkan denyut jantung dan kekuatan kontraktilitas. Penurunan suhu berarti penurunan laju metabolisme sehingga menurunkan kebutuhan oksigen di jaringan (Tortora, 2012).

2.    Faktor-faktor berpengaruh terhadap stroke volume (SV)

 
a)     End diastolic volume (EDV)

End diastolic volume (EDV) merupakan jumlah darah pada ventrikel pada akhir periode diastol sebelum terjadinya kontraksi. Dua hal utama yang berpengaruh pada EDV adalah filling time atau waktu pengisian dan venous return atau jumlah darah yang masuk kembali jantung melalui vena. Semakin cepat denyut jantung, maka semakin sedikit waktu pengisian jantung (Martini, 2018).

Peregangan dari otot ventrikel saat diastol ventrikel disebut sebagai preload. Semakin banyak EDV maka semakin tinggi pula preload. Preload penting dalam mempengaruhi kemampuan otot jantung untuk menimbulkan tekanan/tegangan (Martini, 2018i). Hukum yang menyatakan hubungan antara preload dengan EDV bernama hukum Frank-Starling. Semakin teregang otot jantung, semakin besar panjang serat otot saat diastole/sebelum kontraksi. Peningkatan panjang ini mampu meningkatkan kekuatan saat kontraksi sehingga mampu meningkatkan SV (Sherwood, 2018). Apabila diibaratkan karet gelang, semakin teregang karet gelang, maka tekanan yang dihasilkan untuk kembali ke bentuk semula juga semakin besar (Tortora, 2012).

b)    End systolic volume (ESV)

Setelah jantung berkontaksi dan ejeksi SV melalui arteri, jumlah darah yang tertinggal di ventrikel pada akhir periode sistol ventrikel disebut sebagai end systolic volume (ESV). Faktor-faktor yang mempengaruhi ESV adalah preload, kontraktilitas otot ventrikel, dan afterload (Martini, 2018).

 Kontraktilitas adalah kekuatan yang dihasilkan miokardium selama kontraksi pada saat preload (Martini, 2018). Substansi yang meningkatkan kontraktilitas dinamakan agen inotropic positif dan sebaliknya, substansi yang menurunkan kontraktilitas disebut sebagai agen inotropic negatif. Agen inotropic positif seperti stimulant simpatis, hormon epinefrin, dan norepinefrin akan meningkatkan Ca2+ yang masuk saat potensial aksi jantung sehingga meningkatkan kekuatan kontraksi berikutnya (Tortora, 2012). Obat-obatan seperti isoproterenol, dopamine, dan dobutamine memiliki cara kerja yang mirip dengan epinefrin dan norepinefrin sengan menstimulasi reseptor beta-1 pada sel-sel kontraktil jantung (Martini, 2018).

Ejeksi darah dari jantung dilakukan setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan pada arteri pulonalis (sekitar 20mmHg) dan aorta (sekitar 80mmHg). Tekanan yang harus dilewati oleh ventrikel untuk membuka katup semilunar dinamakan sebagai afterload (Tortora, 2012). Afterload meningkat dengan adanya peningkatan resistensi aliran darah seperti konstriksi pembuluh darah perifer atau circulatory blockage.  Peningkatan afterload akan menyebabkan peningkatan periode kontraksi isovolumetric, penurunan durasi ejeksi ventrikel, dan peningkatan ESV (Martini, 2018).

G.   Gangguan Cardiac Output

Jalur patofisiologi terjadinya kerusakan pada jantung dapat disederhanakan menjadi enam mekanisme utama yaitu: 1) kegagalan pompa dimana kontraksi miokardium lemah dan tidak dapat mengosongkan rongga ventrikel dengan benar, dapat berupa disfungsi sistolik maupun disfungsi diastolik, 2) obstruksi aliran seperti gangguan pembukaan katup atau peningkatan tekanan intraventrikel, 3) aliran regurgitasi yaitu aliran balik darah akibat lesi katup, 4) aliran shunt yakni pengaliran darah dari satu rongga ke rongga lain atau dari pembuluh darah ke pembuluh darah lain akibat dari defek kongenital maupun defek didapat, 5) gangguan konduksi jantung yaitu impuls jantung tidak teratur atau hambatan jalur konduksi sehingga terjadi pengurangan frekuensi konraksi atau mengurangi cardiac output, dan 6) ruptur jantung atau pembuluh darah besar sehingga terjadi kehilangan kesinambungan sirkulasi (Kumar, 2013).

H.   Gangguan Cardiac Output

Jalur patofisiologi terjadinya kerusakan pada jantung dapat disederhanakan menjadi enam mekanisme utama yaitu: 1) kegagalan pompa dimana kontraksi miokardium lemah dan tidak dapat mengosongkan rongga ventrikel dengan benar, dapat berupa disfungsi sistolik maupun disfungsi diastolik, 2) obstruksi aliran seperti gangguan pembukaan katup atau peningkatan tekanan intraventrikel, 3) aliran regurgitasi yaitu aliran balik darah akibat lesi katup, 4) aliran shunt yakni pengaliran darah dari satu rongga ke rongga lain atau dari pembuluh darah ke pembuluh darah lain akibat dari defek kongenital maupun defek didapat, 5) gangguan konduksi jantung yaitu impuls jantung tidak teratur atau hambatan jalur konduksi sehingga terjadi pengurangan frekuensi konraksi atau mengurangi cardiac output, dan 6) ruptur jantung atau pembuluh darah besar sehingga terjadi kehilangan kesinambungan sirkulasi (Kumar, 2013).

Apabila terjadi perubahan pada preload, afterload, dan kontraktilitas maka mampu mempengaruhi cardiac output dengan mekanisme sebagai berikut: (lily, 2011)

1)    Gangguan preload

Apabila afterload dan kontraktilitas konstan tetapi terdapat peningkatan preload, maka EDV ventrikel kiri meningkat. Peningkatan EDV ventrikel kiri meningkatkan SV berdasarkan hukum Frank-Starling.

2)    Gangguan afterload

Apabila preload dan kontraktilitas konstan sedangkan afterload meningkat, maka tekanan yang dihasilkan oleh ventrikel kiri selama ejeksi akan meningkat. Pada keadaan ini, ventrikel akan bekerja lebih keras untuk melewati tekanan agar dapat melakukan ejeksi sehingga menyebabkan penurunan dari SV ventrikel (EDV-ESV).

3)    Gangguan kontraktilitas

Apabila terjadi peningkatan kontraktilitas maka akan terjadi pengosongan ventrikel yang lebih adekuat (peningkatan SV) sehingga terjadi penurunan ESV. Begitu pun sebaliknya, apabila terjadi penurunan kontraktilitas maka pengosongan ventrikel tidak sempurna (SV menurun) dan peningkatan ESV.

Gagal jantung dapat disebabkan oleh tiga etiologi utama: 1) gangguan kontraktilitas, 2) peningkatan afterload, 3) gangguan relaksasi dan pengisian ventrikel. Gagal jantung akibt gangguan pengosongan ventrikel disebut sebagai disfungsi sistolik, sedangkan gangguan pengisian ventrikel disebut sebagai disfungsi diastolic. Hal ini dapat dilihat melalui bagan sebagai berikut:

a)     Gagal Jantung dengan Reduced Ejection Fraction

Pada disfungsi sistolik, ventrikel yang bermasalah memiliki kemampuan minim dalam ejeksi karena gangguan kontraktilitas miokardium atau tekanan yang berlebih (peningkatan afterload). Penurunan kontraktilitas dapat disebabkan karena kerusakan miosit, gangguan fungsi miosit, atau fibrosis. Tekanan yang berlebih/ peningkatan afterload mengganggu ejeksi ventrikel dengan meningkatkan resistensi sehingga terjadi peningkatan ESV. Ketika venous return bercampur dengan ESV yang meningkat di ventrikel, maka terjadi peningkatan volume ventrikel diastolik sehingga terjadi peningkatan EDV dan tekanan. Peningkatan tekanan pada ventrikel kiri akan diteruskan ke atrium kiri (melalui katup mitral) dan ke vena pulmonal berserta pembuluh darah kapiler yang terlibat. Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler pulmonal apabila terlalu tinggi (melebihi 20mmHg) mampu menyebabkan transudasi cairan ke intersisil paru dan menyebabkan kongesti pulmonal (lily, 2011).

b)    Gagal Jantung dengan Preserved Ejection Fraction

Gangguan fungsi diastol ventrikel dapat disebabkan oleh gangguan relaksasi diastol, peningkatan kekakuan dinding ventrikel, atau keduanya. Kaku otot ventrikel dapat disebabkan oleh hipertrofi dinding ventrikel, fibrosis, atau kardiomiopati restriktif. Penyakit pericardium seperti tamponade jantung dan konstriksi perikardium menyebabkan tekanan eksternal yang membatasi pengisian ventrikel dan gangguan diastole (Lily, 2011).

c)     Gagal Jantung Kanan

Ventrikel kanan memiliki dinding yang tipis menerima darah dengan tekanan rendah dan ejeksi dengan melawan tekanan arteri pulmonal yang rendah. Karena compliance yang tinggi, ventrikel kanan tidak kesusahan dalam menerima volume darah dalam jumlah besar tanpa perubahan dalam tekanan pengisian akan tetapi rentan terhadap peningkatan afterload mendadak seperti emboli pulmonal akut.

Etiologi utama gagal jantung kanan sebenarnya adalah gagal jantung kiri. Peningkatan afterload ventrikel kiri akan menyebabkan peningkatan tekanan di pulmonal akibat dari disfungsi ventrikel kiri sehingga terjadi peningkatan afterload ventrikel kanan. Gagal jantung kanan akibat dari penyakit paru primer disebut sebagai cor pulmonale.

Ketika tekanan ventrikel kanan meningkat, tekanan akan disalurkan ke atrium kanan  dan diteruskan ke vena sistemik (vena cava) secara tidak langsung, gagal jantung kanan dapat mempengaruhi fungsi jantung kiri, penurunan output ventrikel kanan menurunkan aliran darah ke ventrikel kiri (penurunan preload) sehingga terjadi penurunan stroke volume ventrikel kiri (Lily, 2011).

SIMPULAN

Cardiac output (CO) adalah volume darah yang dipompa oleh masing-masing ventrikel per menit. Faktor utama yang mempengaruhi cardiac output adalah denyut nadi dan stroke volume dan juga faktor-faktor lain yang mempengaruhi faktor-faktor utama.

2.     Gangguan cardiac output dapat terjadi akibat dari gangguan preload, afterload, dan kontraktilitas dan berujung pada gagal jantung kanan maupun kiri.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ganong, W. F. 2012. Buku Ajar Fisiologi KedokteranEdisi 24. Jakarta: EGC 

Guyton, A. C., & Hall, J. E. 2019. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (13 ed.). Jakarta: EGC.

Martini, F. 2012. Fundamentals of Anatomy & Physiology (9 ed.). San Fransisco: Pearson Education.

Peate, I., Nair, M. 2011. Fundamentals Of Anatomy And Physiology For Nursing And

Sherwood, L. 2018. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem (9 ed.). Jakarta: EGC.

Tortora dan Derrickson. 2014. Principle of Anatomy and Psyiology (12 ed). United States of America: John Wiley & Sons, Inc.

Tucker W.D. & Burns B. 2018. Anatomy, Thorax, Heart Pulmonary Arteries. StatPearls Publishing; Treasure Island Florida.

 

 

 

Komentar