“PATIENT SAFETY” DI RUMAH SAKIT
Oleh: dr. Igun Winarno, SpAn
PENDAHULUAN
Mengapa pasien datang ke fasilitas
kesehatan (faskes)? Ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab, diantaranya
karena membutuhkan pertolongan agar kesehatan dirinya menjadi lebih baik.
Kondisi ini tentunya memerlukan asesmen yang baik dari pemberi pelayanan,
mengenai apa yang dibutuhkan oleh pasien. Pasien tentunya tidak mengharapkan
terjadinya perburukan terhadap dirinya, atau terjadi sesuatu hal yang tidak di
harapkan selama mendapat pelayanan kesehatan di faskes.
Pelayanan di rumah sakit merupakan
pelayanan yang komplek, yang terdiri dari dokter, perawat, tenaga penunjang
laborat, radiografer, ahli gizi, tenaga farmasi, dan tentunya para praktikan
untuk rumah sakit pendidikan. Kompleksitas disiplin pelayanan ini sering
menimbulkan tingkat kerugian pada pasien di pelayanan kesehatan, bila tidak
dikelola dengan baik.
Fakta-fakta kunci menunjukkan bahwa
dari 10 penyebab kematian, salah satunya merupakan efek samping akibat
perawatan yang tidak aman. Di negara-negara berpendapatan tinggi, diperkirakan
satu dari setiap 10 pasien mengalami cedera saat menerima perawatan di rumah
sakit. Kerugian tersebut dapat disebabkan oleh berbagai kejadian buruk, dan
hampir 50% di antaranya dapat dicegah.
Kondisi seperti ini dapat merugikan
bagi pasien, diantaranya kecemasan, kecacatan, waktu rawat yang memanjang,
beaya yang meningkat, menurunnya pendapatan, gangguan dalam kehidupan rumah
tangga, dan kematian. Bagi rumah sakit atau faskes lainnya kondisi ini juga
menimbulkan kerugian, dengan long of stay (LOS) di rumah sakit
yang memanjang mengakibatkan waktu tunggu pelayanan terganggu, meningkatnya
pembeayaan untuk pasien yang ditanggung asuransi, menurunnya kepercayaan dan
komplain ataupun masalah hukum.
Program keselamatan pasien di rumah
sakit atau faskes diharapkan dapat menurunkan kerugian pasien, penghematan
rumah sakit dan tentunya yang lebih penting adalah hasil yang lebih baik dari
pasien. Pencegahan kejadian yang merugikan salah satunya dengan melibatkan
pasien dalam setiap perencanaan terapi, kondisi ini bila dilakukan dengan baik
akan mengurangi beban kerugian sampai 15%.
Sistem akreditasi rumah sakit sangat
menekankan untuk peningkatan kualitas mutu pelayanan dan keselamatan pasien,
sehingga didalam standar akreditasi nasional untuk rumah sakit tercakup
penilaian standar sasaran keselamatan pasien (SKP).
TUJUAN PEMBELAJARAN :
- Mampu Menjelaskan definisi keselematan pasien (patient safety)
- Mampu menjelaskan algoritme keselamatan pasien di rumah sakit.
- Mampu menjelaskan langkah-langkah menuju keselamatan pasien di rumah sakit
- Mampu menjelaskan standart keselamatan pasien berdasarkan peraturan yang berlaku
- Mampu menjelaskan sembilan solusi keselamatan pasien di rumah sakit yang telah disepakati WHO
- Mampu menjelaskan mekanisme cedera primer, sekunder, tertier dan pelindung diri dalam penangan pasien
DIMENSI MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
Rumah sakit adalah salah satu
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan
secara paripurna melalui pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif dan atau paliatif dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan dan gawat darurat.
Sebagaimana amanat dalam
Undang-undang nomer 17 tahun 2023 tentang kesehatan pasal 173 ayat 1(b) bahwa fasilitas pelayanan kesehatan
wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu dan mengutamakan
keselamatan pasien, maka setiap rumah sakit harus menjamin mutu dan keselamatan
pasiennya. Adapun dimensi pelayanan kesehatan yang bermutu, merupakan pelayanan
yang:
a. Aman, dapat meminimalisasi terjadinya
kerugian (ham), cedera dan kesalahan medis yang bisa dicegah kepada mereka yang
menerima pelayanan
b. Adil, dapat menyediakan pelayanan
yang seragam tanpa membedakan jenis kelamin, suku, etnik, tempat tinggal, agama
dan sosial ekonomi.
c. Efisien, dapat mengoptimalkan sumber
daya yang ada tanpa pemborosan bahan
d. Efektif, dapat menyedikan pelayanan
kesehatan yang berbasis bukti kepada masyarakat
e. Tepat waktu, dapat mengurangi waktu
tunggu dan keterlambatan pemberian pelayanan kesehatan
f. Berorientasi
kepada pasien, dapat menerapkan pelayanan yang terkoordinasi lintas fasyankep
dan pemberi pelayanan, serta menyediakan pelayanan kesehatan untuk setiap
siklus kehidupan. Keterkaitan ini juga selalu melibatkan pasien dan keluarga
dalam setiap pengambilan keputusan pelayanan kesehatan (patient center
care/PCC).
Sedangkan keselamatan pasien itu
sendiri merupakan dasar untuk dapat memberikan layanan kesehatan esensial yang
berkualitas, efektif, aman, dan berpusat pada masyarakat atau berpusat pada
pasien (patient center care).
Keselamatan Pasien adalah suatu
sistem yang memuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Kejadian yang terjadi akibat
kelalaian di kenal dengan insiden atau yang dikenal dengan insiden keselamatan
pasien (IKP). Jadi Insiden Keselamatan Pasien (IKP) dapat didefinisikan sebagai
setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Disebutkan juga
IKP merupakan kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien.
Setiap terjadi kejadian insiden dalam
pengelolaan pasien, harus segera dilaporkan dalam interval waktu 2 x 24 jam,
dan segera dilakukan penilaian derajat insiden (grading) dan analisis(root
cause analysis/RCA) untuk proses pembenahan dan perbaikan.
Jenis insiden (IKP) yang bisa
terjadi.
· Kondisi Potensial Cedera (KPC) merupakan kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
· Kejadian Nyaris Cedera (KNC) merupakan terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
· Kejadian Tidak Cedera (KTC) merupakan insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
· Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan Insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.
· Kejadian sentinel merupakan suatu Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera berat yang temporer dan membutuhkan intervensi untuk mempetahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien.
PENYELENGGARAAN KESELAMATAN PASIEN
Penyelenggaraan keselamatan pasien harus
menjadi program yang penting dan prioritas bagi setiap rumah sakit. Hal ini
telah diamanahkan dalam UU no 17 tahun 2023 tentang kesehatan, demikian juga
termaktub di Permenkes no 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien bahwa setiap unit pelayanan kesehatan harus
menyelenggarakan keselamatan pasien. Sedangkan Permenkes no 80 tahun 2020 tentang Komite Mutu
Rumah Sakit, yang didalamnya mengandung pelaksanaan program keselamatan pasien
dibebankan kepada subkomite keselamatan pasien.
Tujuan program keselamatan pasien
secara umum untuk meningkatkan mutu pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan
melalui penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang
disediakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk mewujudkan kondisi
demikian diperlukan penerapan strategi keselamatan pasien, kebijakan yang
jelas, kepemimpinan yang baik untuk mendorong peningkatan keselamatan,
profesionalitas tenaga kesehatan yang terampil dan efektif dalam semua
tindakan.
Sistem pelayanan kesehatan juga harus
menjamin asuhan pasien lebih aman, melalui upaya yang meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, sistem pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden, dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Langkah-langkah yang bisa dilakukan
rumah sakit dalam mewujudkan keselamatan pasien diantaranya dengan membentuk
tim pengelola keselamatan pasien, melakukan pendidikian baik terhadap staf
maupun pasien dan keluarga, pemenuhi sarana dan prasarana termasuk didalamnya
alat pelindung diri, membuat panduan kinerja, membuat alur sistem pelaporan
kejadian, melakukan analisis, menerapkan solusi dan melakukan evaluasi dan
langkah-langkah pencegahan selanjutnya
Pelayanan yang bermutu dan menjamin
keselamatan pasien merupakan sebuah keharusan bagi setiap rumah sakit.
Pelayanan yang bermutu bisa sesuai dengan dimensi mutu yang telah disebutkan
dengan menerpakan pelayanan yang profesional, tepat waktu, merata, terpadu dan
efisien serta menjamin keselamatan pasien.
Penyelenggaraan keselamatan pasien
dapat ditempuh dengan :
a. Menerapkan standar keselamatan pasien,
b. Menerapkan sasaran keselamatan pasien dan
c. Menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien.
Standar Keselamatan Pasien di Rumah
Sakit
Penerapan standar keselamatan pasien
di rumah sakit, meliputi :
a. a. Hak pasien
- Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai rencana dan hasil pelayanan, termasuk kemungkinan efek samping yang terjadi
- Rumah sakit harus menyediakan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sesuai dengan kebutuhan pasien
- DPJP harus mempunyai asesmen dan perencanaan pelayanan, wajib memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga terkait asesmen dan perencanaan, hasil dan kemungkinan komplikasi yang terjadi.
b. Mendidik pasien dan keluarga
Rumah
sakit harus memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarganya, terkait
penyakitnya dan kemungkinan perawatan selanjutnya
c. c. Keselamatan pasien dalam
kesinambungan pelayanan
Terjaminya
kelangsungan pelayanan baik antar dokter, antar unit, obat-obatan, atau
kemungkinan proses rujukan lanjutan maupun rujuk balik ke unit pelayanan
primer.
Komunikasi
antar unit rujukan juga harus terjalin dengan baik sebelum dilakukan transfer
pasien.
d. d. Penggunaan metode peningkatan kinerja
untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Rumah
sakit harus melakukan penyusunan program dengan baik, melakukan evaluasi dan
analisis, serta melakukan sistem pelaporan insiden dengan baik
e. e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan
keselamatan pasien
Peran
pimpinan sangat penting untuk mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan
“Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit, mengalokasikan sumber
dana dan tenaga, proses analisis dan evaluasi.
f. f. Mendidik
staf tentang keselamatan pasien
g. g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf
untuk mencapai keselamatan pasien.
Sasaran keselamatan pasien
Undang-undang no 17 tahun 2023
tentang Kesehatan pada pasal 176 ayat 1 juga menerangkang bahwa setiap
fasilitas pelayanan kesehatan wajib menerapkan satandar keselamatan pasien, pada
Ayat 2 diterangkan bahwa standar keselamatan pasien meliputi identifikasi dan
pengelolaan resiko, analisis, pelaporan serta pemecahan masalah dalam mencegah
dan menangani kejadianyang membahayakan keselatan pasien
Permenkes no 17 tahun 2017 tentang
keselamatan pasien menyebutkan bahwa sasaran keselamatan pasien yang menjadi
target, diantaranya :
b. Peningkatan komunikasi yang efektif;
c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
d. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan
Identifikasi Pasien
Ketepatan identifikasi pasien adalah ketepatan
dalam suatu proses pemberian tanda atau pembeda yang mencangkup nama, tanggal
lahir, dan nomor rekam medik guna ketepatan dalam pemberian pelayanan,
pengobatan dan tindakan atau prosedur kepada pasien.
Pada langkah awal faskes (fasilitas
kesehatan) harus memberikan penandaan identifikasi pada gelang tangan pasien,
yang berisi nama pasien yang sesuai dengan E-KTP, tanggal lahir dan nomer rekam
medis.
Ada berbagai macam jenis gelang
identitas berdasarkan warna gelang, biru untuk jeni kelamin laki-laki, pink
untuk perempuan, kuning untuk pasien resiko jatuh, merah untuk pasien dengan
riwayat alergi, ungu untuk pasien yang menyatakan tidak menghendaki dilakukan
resusitasi jantung paru (do not resucitation /DNR).
Pada setiap proses tindakan yang
dilakukan terhadap pasien, diharuskan melakukan identifikasi benar, dengan
minimal dua dari tiga yang ada dalam penanda pasien.
Komunikasi Efektif
Komunikasi dapat berbentuk lisan,
tertulis, dan elektronik. Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat,
lengkap, tidak mendua (Ambiguous), dan diterima oleh penerima informasi.
Tujuan komunikasi efektif mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan
keselamatan pasien.
Metode yang dilakukan bisa dengan
komunikasi telepon, tertulis didalam rekam medis, melalui sarana media sosial,
formulir transfer. Pada setiap komunikasi secara telepon, secara prinsip harus
mengikuti kaidah “ mendengarkan-menulis/meng-input didalam komputer simrs,
membacakan kembali, mengkonfirmasi) - (writedown, read back, confirmation)
kepada pemberi informasi, misalnya DPJP.
Sedangkan metode komunikasi yang
digunakan dalam melaporkan kondisi pasien dengan menggunakan metode SBAR (Situation–Background-Assessment–Recommendation).
Peningkatan keamanan obat
Setiap obat jika salah penggunaannya
dapat membahayakan pasien, bahkan bahayanya dapat menyebabkan kematian atau
kecacatan pasien, terutama obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert
Medication). Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung resiko
yang meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan kerugian besar
pada pasien
Obat-obatan yang perlu diwaspadai (
High Alert medications) mencangkup :
a. Obat resiko tinggi, yaitu obat dengan
zat aktif yang dapat menimbulkan kematian atau kecatatan bila terjadi kesalahan
(error) dalam penggunaanya, misalnya insulin, heparin atau sitostatika,
b. Obat yang terlihat mirip dan
kedengarannya mirip ( Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip / NORUM) atau Look
Alike Sound Alike / LASA).
c. Elektrolit konsentrat contoh : Calium
clorida dengan konsentrasi sama atau lebih dari 1 mEq/ml, Natrium Clorida
dengan konsentrasi lebih dari 0,9% dan Magnesium Sulfat injeksi dengan
konsentrasi sama atau lebih dari 50%.
Strategi untuk mengurangi risiko dan
cedera akibat kesalahan penggunaan obat High Alert, antara lain :
penataan penyimpanan, pelabelan yang jelas, penerapan Double Checking,
pembatasan akses, penerapan panduan penggunaan obat High Alert.
Kepastian tepat-lokasi,
tepat-prosedur, tepat-pasien operasi
Kesalahan sisi, salah prosedur, salah
pasien operasi terjadi akibat adanya komunikasi yang tidak efektif atau tidak
adekuat antara anggota tim bedah, kurangnya keterlibatan pasien didalam
penandaan lokasi (site marking), serta tidak adanya prosedur untuk
memverifikasi sisi operasi.
Proses untuk melaksanakan verifikasi
pra operasi, penandaan lokasi operasi dan proses time-out yang dilaksankan
sesaat sebelum tindakan pembedahan atau invasif dimulai serta proses sign-out
yang dilakukan setelah tindakan selesai.
Protokol umum ( universal protocol )
untuk pencegahan salah sisi, salah prosedur dan salah pasien pembedahan
meliputi :
1. Penandaan sisi operasi dilakukan oleh
DPJP bedah di ruang perawatan
2. Identifikasi pasien sebelum tindakan
anestesi (Sign in)
3. Proses verifikasi sebelum operasi (time
out) dilakukan sesaat sebelum memulai tindakan
4. Proses sign out, pengecekan
kembali alat-alat yang digunakan (kelengkapan) sebelum menutup luka/peritoneum
pada laparotomi.
Pengurangan risiko infeksi terkait
pelayanan kesehatan
Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health
Care Associated Infections/HAIs) adalah infeksi yang terjadi pada pasien
selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk
infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi
karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses
pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Health Care Associated Infection
(HAIs) ini merupakan
masalah serius bagi semua sarana pelayanan kesehatan di seluruh dunia termasuk
di Indonesia. Menurut data WHO sekitar 3-21% atau rata-rata 9% kejadian
infeksi.
Infeksi terkait pelayanan kesehatan
terjadi disemua unit layanan kesehatan, termasuk infeksi saluran kencing
disebabkan oleh kateter, infeksi aliran darahterkait pemasangan infuse baik
perifer maupun sentral, dan infeksi paru paru-paru terkait penggunaan
ventilator.
Fasilitas pelayanan kesehatan
diharuskan menjalankan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI, yang merupakan
upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas,
pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan. PPI
dilaksanakan melalui penerapan:
a. Prinsip kewaspadaan standar dan
berdasarkan transmisi;
b. Penggunaan antimikroba secara bijak;
dan
c. Bundles.
Kewaspadaan standar, yaitu kebersihan
tangan, Alat Pelindung Diri (APD),dekontaminasi peralatan perawatan
pasien,kesehatan lingkungan, pengelolaan limbah, penatalaksanaan linen,
perlindungan kesehatan petugas, penempatan pasien, hygiene respirasi/etika
batuk dan bersin, praktik menyuntik yang aman dan praktik lumbal pungsi yang
aman.
Kebersihan tangan
Kebersihan tangan dilakukan dengan
mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau
terkena cairan tubuh, atau menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs)bila
tangan tidak tampak kotor. Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong
pendek, tanpa kuku palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci tangan dengan
sabun biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan pada saat:
a) Bila tangan tampak kotor, terkena
kontak cairan tubuh pasien yaitu darah, cairan tubuh sekresi, ekskresi, kulit
yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah memakai sarung tangan.
b) Bila tangan beralih dari area
tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang bersih, walaupun pada pasien
yang sama.
Indikasi kebersihan tangan:
1. Sebelum kontak pasien;
2. Sebelum tindakan aseptik;
3. Setelah kontak darah dan cairan
tubuh;
4. Setelah kontak pasien;
5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
Alat Pelindung Diri (APD)
Ada satu hal yang penting untuk
petugas kesehatan, disamping jangan sampai menularkan penyakit antar apsien
maupun petugas, petugas kesehatan sendiri harus mampu melindungi dirinya
sendiri dari paparan disekitar tempat kerja, yaitu dengan menggunakan alat pelindung
diri (APD).
APD merupakan seperangkat alat
keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau seabagian
tubuhnya dari kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja
terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam APD, diantaranya bahwa APD harus mampu memproteksi diri dari
bahaya fisik, kimia, biologi/bahan infeksius.
APD terdiri dari sarung tangan,
masker/Respirator Partikulat, pelindung mata (goggle), perisai/pelindung wajah,
kap penutup kepala, gaun pelindung/apron, sandal/sepatu tertutup (SepatuBoot).
Tujuan Pemakaian APD adalah
melindungi kulit dan membran mukosa dari resiko pajanan darah, cairan tubuh,
sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir dari pasien ke
petugas dan sebaliknya.
Indikasi penggunaan APD adalah jika
melakukan tindakan yang memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik
darah atau cairan tubuh atau kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas.
Pengurangan risiko pasien jatuh
Pasien terjatuh merupakan peristiwa
terjatuh yang tanpa disengaja dengan disaksiakan atau tidak disaksiakan oleh
orang lain dilingkungan rumah sakit.
Ada berbagai macam resiko dari pasien
jatuh, diantaranya faktor kelemahan atau kondisi pasien, atau faktor sarana dan
prasarana yang tidak memadai di unit fasilitas kesehatan.
Faktor resiko dari pasien diantaranya
pasien usia lanjut dengan syndrome geriatri, faktor obat-obatan yang mengganggu
kesadaran, usia anak, faktor pasien yang mengalami keterbatasan motorik (luka
pada kaki, fraktur dll), gangguan saraf motorik, gangguan keseimbangan,
berkebutuhan khusus.
Faktor sarana dan prasarana,
diantaranya lantai yang licin, tidak ada pegangan di kamar mandi, tidak ada
pengaman tempat tidur, tidak ada kursi roda, ruangan gelap, dll.
Dalam upaya mencegah kejadian yang
tidak diharapkan (KTD) perlu dibangun budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
Program Keselamatan Pasien (patient safety) memastikan rumah sakit
membuat asuhan atau pelayanan kesehatan terhadap pasien menjadi lebih aman.
Setiap pasien yang datang harus
dilakukan asemen resiko jatuh, misalnya dengan sebuah pertanyaan yang cukup
dijawab ya atau tidak. Apakah Anda merasa tidak stabil ketika berdiri atau
berjalan? Apakah Anda khawatir akan
jatuh? Apakah Anda pernah jatuh dalam setahun terakhir? Proses assessmen awal
resiko pasien jatuh ini harus dilakukan assessmen ulang bila diindikasikan
terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, serta menetapkan kriteria untuk
identifikasi pasien yang dianggap beresiko tinggi jatuh.
Formulir assessmen resiko jatuh :
·
Morse Fall Scale untuk pasien dewasa
·
Humpty Dumpty
untuk pasien anak
·
Ontario Modifield Stratify – Sydney Scoring untuk pasien lanjut usia
·
Get Up and Go
untuk pasien rawat jalan
Hasil asemen ini bisa diteruskan dengan pemberian tanda
pengenal resiko pasien jatuh diantara, pengenaan gelang atau pita warna kuning,
segitiga kuning, segitiga merah untuk resiko jatuh yang sangat tinggi.
Menurut buku Preventing Falls in
Hospitals: A Toolkit for Improving Quality of Care disebutkan beberapa
upaya untuk mengurangi terjadinya kejadian pasien terjatuh di rumah sakit,
antara lain, membiasakan pasien dengan lingkungan sekitarnya, menunjukkan pada
pasien alat bantu panggilan darurat, posisikan alat bantu panggil darurat dalam
jangkauan, posisikan barang-barang pribadi dalam jangkauan pasien, menyediakan
pegangan tangan yang kokoh di kamar mandi, kamar dan lorong, posisikan sandaran
tempat tidur rumah sakit di posisi rendah ketika pasien sedang beristirahat,
dan posisikan sandaran tempat tidur yang nyaman ketika pasien tidak tidur, posisikan
rem tempat tidur terkunci pada saat berada di bangsal rumah sakit, jaga roda
kursi roda di posisi terkunci ketika stasioner, gunakan alas kaki yang nyaman,
baik, dan tepat pada pasien, gunakan lampu malam hari atau pencahayaan tambahan,
kondisikan permukaan lantai bersih dan kering dengan membersihkan semua
tumpahan, kondisikan daerah perawatan pasien rapi, serta ikuti praktek yang
aman ketika membantu pasien pada saat akan ke tempat tidur dan meninggalkan
tempat tidur.
Menjaga keselamatan pasien merupakan
suatu keharusan bagi para Profesional Pemberi Asuhan dengan menggunkan Standar
Prosedur Operasional (SPO) dalam
menerapkan assesment dengan instrument risiko jatuh seperti MFS (Morse Fall
Scale), Humty Dumty, Edmoson. Selain itu, menanamkan rasa “Caring” yang ada
dalam diri Profesional Pemberi Asuhan penting dilakukan dengan melihat pasien
yang dirawat secara holistic. Keberadaan pelatihan tentang International Patient
Safety Goals (IPSG) bagi seluruh SDM staff Profesional Pemberi Asuhan yang
ada di seluruh unit rumah sakit tentang risiko jatuh dapat menunjang program
tepat assement.
Dengan penerapan budaya patient
safety yang bersifat “Caring” maka
secara otomatis akan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan keselamatan
pasien yang akan berdampak pada meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan
pasien di lingkungan rumah sakit.
Tujuh langkah menuju Keselamatan
Pasien
a. a. membangun kesadaran akan nilai
Keselamatan Pasien;
b. memimpin dan mendukung staf;
c. mengintegrasikan aktivitas
pengelolaan risiko;
d. mengembangkan sistem pelaporan;
e. melibatkan dan berkomunikasi dengan
pasien;
f.
belajar
dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien; dan
g. mencegah cedera melalui implementasi
sistem Keselamatan Pasien
“Nine Life Saving Patient safety
Solutions”
WHO Collaborating Centre for
Patient safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient safety Solutions” (“Sembilan
Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit”). Panduan ini mulai
disusun sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara,
dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien.
Komite mutu melalui sub komite
keselamatan pasien bisa menerapkan Sembilan Solusi “Life Saving”
Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai
dengan kemampuan dan kondisi RS masing masing. 9 solusi tersebut adalah:
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names).
2. Pastikan identifikasi pasien
3. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima / Pengoperan Pasien.
4. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
5. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).
6. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
7. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
8. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
9. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi Nosokomial
Kualitas mutu dan keselamatan pasien
merupakan keharusan, maka unsur yang terkait harus memahami dan mempunyai
perhatian untuk mencapai tujuan tersebut.
BUDAYA KESELAMATAN PASIEN
Budaya merupakan suatu cara hidup atau
pola yang berkembang dan dimiliki bersama sebagai sebuah nilai, yang akan diteruskan
dalam siklus ke siklus berikutnya, bentuk lain disebutkan sebagai kultur.
Budaya patient safety adalah produk
dari nilai, sikap, kompetensi, dan pola perilaku individu dan kelompok yang
menentukan komitmen, style dan kemampuan suatu organisasi pelayanan kesehatan
terhadap program patient safety.
Budaya Keselamatan yaitu budaya
organisasi yang mendorong setiap anggota staf (klinis atau administratif) untuk
melaporkan kekhawatiran mengenai keselamatan atau kualitas perawatan tanpa tindakan
pembalasan dari rumah sakit.
Mengapa budaya keselamatan pasien itu
penting, diantaranya karena, pertama pelayanan kesehatan itu bekerja dalam
situasi yang dinamis, kompleks dan beresiko. Kedua rumah sakit sebagai unit
pelayanan kesehatan tidaklah lebih aman dari industri termasuk didalamnya
penerbangan maupun industri nuklir. Ketiga penilaian dalam proses akreditasi rumah
sakit banyak yang belum mencerminkan budaya keselamatan pasien.
Sebagai contoh perilaku yang tidak
mendukung budaya keselamatan pasien tindakan mengintimidasi pasien sehingga
menjadi cemas, tindakan sembrono, human error, tindakan beresiko, tidak taat
aturan, tidak biasa membaca dan memahami prosedur, sulit bekerja sama dalam tim,
tidak mau melaporkan kejadian, tidak mau melaporkan resiko.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan
untuk mencapai budaya keselamatan pasien diantaranya, mengambil kebijakan yang berfokus
kepada keselamatan pasien, membuat aturan bersama yang bersifat memaksa,
membuat model yang mudah untuk diaplikasikan untuk peningkatan pelaynan, sistem
pelaporan yang terbuka, membuat sistem pencatatan yang baik, melakukan
pendekatan secara sistem bukan secara perorangan, mengembangkan sistem berpikir
dan implementasi program atau edukasi kepada organisaasi, melibatkan pasien
dalam setiap tindakan, mengembangkan sistem keselamatan pasien secara
berkualitas.
Daftar Pustaka :
·
Patient
Safety, https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/patient-safety, 2019
·
UU
no 17 tahun 2023 tentang Kesehatan
·
Permenkes
no 11 tahun 2017 tentang keselamatan pasien
·
Permenkes
no 80 tahun 2020 tentang komite mutu di rumah sakit
·
Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman
Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
·
https://sardjito.co.id/2019/04/26/budaya-assesment-pasien-resiko-jatuh/
·
https://www.persi.or.id/tag/hais/Pelatihan-dokter-pencegahan-dan-pengendalian-infeksi, 2020
·
Arbianti
K, Suparman A, Aini Q. Tinjauan Penerapan Nine Life Saving Patient Safety Solutions
(Studi Kasus Di Rs Pku Muhammadiyah Bantul), 2015
·
WHO
launches 'Nine patient safety solutions' Solutions to prevent health
care-related harm, https://www.who.int/news/item/02-05-2007-who-launches-nine-patient-safety-solutions,
2007
Komentar