SEBUAH
CERITA TENTANG PAGI
(Sajian Service Excelent)
Hidup
itu tergantung niat yang didasari oleh ilmu, dengan ilmu, hidup itu menjadi
terarah kemana dan mau kemana yang kita tuju, “Jika kamu berbuat baik berarti
kamu berbuat baik kepada dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat keburukan
berarti keburukan itu bagi dirimu sendiri..." ini dalam Al Quran surat Al
Isro ayat 7
Pagi itu, suara
kokok ayam jantan saja belum terdengar, suara yang sering menjadi pertanda,
warga dukuh Nangka bahwa waktu pagi untuk memulai kembali kehidupan telah tiba,
tetapi Bu Surti dengan ditemani oleh salah seorang anak perempuannya, terlihat
keluar rumah, dengan wajah penuh harap, berjalan dipapah, menuju pinggir jalan
raya, yang biasa ditempuh sekitar lima belas menit oleh remaja sepulang
sekolah. Bu Surti menunggu angkutan yang menuju ke kota untuk memeriksakan
dirinya yang sering mengalami, perut yang begah, kadang muntah dimalam hari,
disertai rasa panas dimulut, kondisi ini sudah terjadi beberapa bulan, sudah
beberapa kali berobat ke puskesmas terdekat, hingga kedatangan terkahir kali
oleh dokter Susi yang cantik dan ramah, diberikan pesan, “Bu Surti, Susi mohon
maaf, bukan saya bosan menangani ibu di pukesmas ini, tetapi ini sudah beberapa
kali berobat tetapi Ibu masih tetap seperti ini, alangkah baiknya ibu mencoba
berobat ke dokter penyakit dalam, di rumah sakit kota, bagaimana Ibu ?” dokter
Susi mencoba memberikan penjelasan dengan ramah, bagaikan menerangkan kepada
Ibunya sendiri, bila melihat Ibu Surti, dokter Susi akan selalu teringat dengan
almarhum ibunya. “Saya ikut dokter Susi saja, apa yang dokter Susi katakan,
saya hanya ikut saja” jawab Bu Surti, dengan pelan dan wajah yang penuh dengan
kepasrahan,”Baiklah Ibu, Susi buatkan surat rujukan ke rumah sakit kota,
mungkin ibu akan beberapa kali berobat disana, nanti kalau sudah membaik,
biasanya akan dikembalikan ke sini, nanti Bu Surti akan ketemu dengan Susi
lagi,” Dokter Susi mencoba memberikan semangat kepada Ibu Surti, “Terima kasih
dokter Susi, atas bantuannya kepada ibu selama ini, semoga dokter selalu
dilindungi oleh Allah dan selalu diberikan jalan kemudahan,” karena rasa
senangnya Ibu Surti tersirat senyuman di wajahnya yang memberikan gambaran
wajah yang lebih segar dibandingkan selama ini, beliaupun secara relfek dengan
penuh keikhlasan mendoakan dokter Susi.
Sudah sepuluh menit Ibu Surti
menunggu angkutan belum juga datang, tetapi wajah Ibu Surti dan anak
perempuannya yang tampak kedinginan, mulai terbersit sebuah harapan dikala dari
kejauhan, telah muncul sebuah titik sinar di ujung jalan. Ini sebenarnya
perjalanan kedua Ibu Surti beserta anaknya menuju rumah sakit di kota, sehari
sebelumnya mereka berdua setelah mendapatkan surat pengantar dari dokter Susi,
pagi setelah sholat subuh mereka segera berangkat menuju rumah sakit di kota,
setelah perjalanan ditempuh selama kurang lebih tiga jam, barulah sampai di
rumah sakit kota, tetapi apa daya, wajah yang tampak capai, kelelahan tertutup
sebuah harapan yang besar akan berobat dan mendapatkan kesembuhan dari dokter
penyakit dalam di rumah sakit kota, begitu sampai didepan rumah sakit mereka
berdua terlihat disambut oleh petugas yang berjaga di depan, seketika wajah
mereka berdua tampak sedih dan penuh kekecewaan, dihalam hati ibu Surti
berkata, “Begitu banyakkah orang yang sedang sakit, sehingga jatah pendaftaran
telah habis” tanpa disadari keluarlah bilur-bilur airmata menetes pelan disudut
mata Ibu Surti, kedaaan ini memicu kesedihan pula pada anak perempunnya, tetapi
dia lebih kuat karena masih muda, diapun menghibur Ibunya, “Ibu, tidak apa-apa,
mungkin kita yang berangkatnya kesiangan sehingga tidak bisa mendapatkan bagian
nomer, besok kita coba lagi ya, dengan berangkat lebih gasik,” dengan suara
yang halus, sambil membersihkan air mata ibunya dengan kain jariknya, beliaupun
tersenyum, setelah merasakan tubuh mulai kuat, beliau berusaha berjalan kembali
dengan dipapah anak perempunnya untuk menunggu angkutan yang menuju ke
rumahnya.
Lampu yang
tampak setititk kecil diujung jalan, makin lama makin membesar dan lumayan
membuat silau kedua mata Ibu Surti yang sudah mulai digerogoti umurnya.
Kendaraan angkutan inipun membawa Ibu Surti dan anak perempuannya menuju rumah
sakit kota, setelah pertengahan jalan, kendaraan mulai disesaki orang-orang
yang akan menuju ke pasar induk untuk memenuhi kebutuhan warungnya, akhirnya
sampai juga Ibu Surti ke rumah sakit yang dituju, dengan jalan pelan, di papah
anak perempuannya, ibu Surti sampai kembali di tempat kemarin dia ditolak untuk
berobat di rumah sakit kota, saat semakin mendekati, beliau tampak ada perasaan
was-was akan di tolak kembali, tetapi sebelum sampai, entah karena takut tidak
mendapatkan nomer lagi atau karena lemas belum sarapan pagi, dia berkata kepada
anak perempuannya dengan pelan, “Nak, boleh Ibu duduk sebentar, ini kaki terasa
lemas,” Anak perempuannya dengan halus, “Ibu lelah ? tidak apa duduk dulu, nanti
saya pinjamkan kursi roda” dia pun segera menuju ke petugas yang berjaga di
depan, “Ada apa Mba,?” tanya petugas itu sambil melihat orang yang berjalan mau
masuk, disebelah anak Ibu Surti, “Ini mau ambil nomer pendaftaran”, katanya
sedikit ada perasaan cemas, “Pendaftaran poli apa !” tanya petugas dengan
sedikit datar, “Poli penyakit dalam”, kemudian petugas itu menunjukkan kepada
petugas yang ada di dalam, “Maaf itu ada kursi roda, apa bisa dipinjam ibu
saya” tanya anak perempuan ibu Surti dengan penuh harapan, “Itu diambil saja”
katanya kembali dengan nada datar, anak perempuan Bu Surtipun segera mengambil
dan membawa ke arah ibunya, kemudian mencoba menaikkan ibunya ke dalam kursi
roda, tanpa disangka kursi roda itu belum di kunci dan hampir saja ibunya
terjatuh, segera dipegangi dan kebetulan ada seorang perawat yang sedang lewat
membantunya, “Mba, maaf ini kursi roda seharusnya dikunci dulu, ini cara
menguncinya” demikian penjelasannya, kemudian dia membantu menaikkannya, “Ibu
mau ke poli apa, biar saya antar ke bagian pendaftaran dulu”, katanya dengan
tersenyum ramah, “Terima kasih Mba, ini ibu saya mau periksa ke poli penyakit
dalam”. Dengan tersenyum, dan penuh harapan akan mendapatkan sesuatu hal yang
lebih baik.
Hari itu
pelayanan begitu ramai, menunggu didepan poli penyakit dalam begitu lama,
dengan susana ruangan yang penuh sesak orang menunggu, banyak orang merasakan
kegerahan, demikian juga Ibu Surti. Selesai pelayanan di poli penyakit dalam,
ibu Surti menunggu obat yang telah diresepkan, oleh dokter penyakit dalam,
disaat menunggu tiba-tiba ada orang yang marah-marah, “Mba ini gimana yah, masa
di plastik obat ini namanya Sarto saya khan Suripto, apa ini tidak salah, khan
bahaya kalau saya sampai minum, gimana ini Mba,” kata bapak itu nyerocos terus
komplain, “Iya bapak, ini pasiennya sedang banyak, nanti kami cek lagi”. dengan
nada suara yang tidak jauh berbeda. Cerita ini belum selesai. (goens GN, Sore,
17.20.18/10/2021)
Komentar