Hikmah
Isra Mi'raj dalam Pelayanan Tenaga Kesehatan kepada Pasien
Isra Mi'raj merupakan peristiwa luar biasa
dalam sejarah Nabi Muhammad SAW yang dijelaskan dalam Al-Qur'an, sebagaimana
firman Allah SWT: "Maha Suci Allah
yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke
Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan
kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. Al-Isra: 1). Isra
menggambarkan perjalanan Nabi dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, sedangkan
Mi'raj adalah kenaikan beliau ke langit untuk menerima wahyu berupa perintah
shalat. Peristiwa ini, yang dipenuhi mukjizat dan hikmah, menjadi penguatan
iman umat Islam serta bukti kekuasaan Allah SWT yang melampaui logika manusia.
Relevansi
Isra Mi'raj untuk Kehidupan Sehari-hari:
Isra Mi'raj mengandung banyak hikmah yang
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam memperkuat
iman, memperdalam ketakwaan, serta meningkatkan kualitas ibadah. Salah satu
nilai yang dapat diambil adalah pentingnya istiqamah (keteguhan) dalam
menjalani kehidupan, serta menjaga hubungan baik dengan Allah melalui ibadah.
Selain itu, peristiwa ini mengajarkan umat Islam untuk selalu mengedepankan
akhlak mulia dalam berinteraksi dengan sesama.
Kaitan
Nilai-Nilai Isra Mi'raj dengan Dedikasi Tenaga Kesehatan
Nilai-nilai yang terkandung dalam
peristiwa Isra Mi'raj, seperti kesabaran, keikhlasan, dan pengabdian yang
tulus, sangat relevan dengan dedikasi tenaga kesehatan dalam melayani pasien.
Dalam konteks ini, tenaga kesehatan dapat mengambil inspirasi dari keteguhan
Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi tantangan hidup. Sebagaimana Nabi Muhammad
menunjukkan kesabaran dan keikhlasan dalam menjalani proses Isra Mi'raj,
demikian pula tenaga kesehatan perlu menunjukkan kesabaran dalam menghadapi
berbagai kondisi pasien dan tantangan dalam pelayanan kesehatan.
Lebih jauh lagi, dalam perspektif tauhid,
kita memahami bahwa segala sesuatu, termasuk kesembuhan pasien, berasal dari
Allah SWT. Tenaga kesehatan hanyalah sebagai perantara yang diberikan kemampuan
oleh Allah untuk membantu proses kesembuhan tersebut. Oleh karena itu,
kesabaran dalam melayani pasien menjadi bagian dari pengabdian yang ikhlas,
karena pada hakikatnya, kesembuhan pasien adalah takdir dan kehendak Allah.
Kesabaran ini bukan hanya tentang menunggu proses penyembuhan, tetapi juga
tentang usaha maksimal untuk membantu pasien, dengan keyakinan bahwa segala
usaha yang dilakukan adalah amal ibadah yang akan mendatangkan pahala besar.
Dengan begitu, dedikasi tenaga kesehatan
yang dilakukan dengan penuh kesabaran, ketulusan, dan pengabdian, menjadi
sarana untuk memperoleh keberkahan dan pahala, sesuai dengan ajaran yang
terkandung dalam Isra Mi'raj. Ketulusan dan komitmen dalam melayani pasien
seharusnya tidak hanya berfokus pada hasil duniawi, tetapi juga sebagai bentuk
ibadah kepada Allah yang akan mendatangkan ganjaran di akhirat.
Nilai-Nilai Isra Mi'raj yang Relevan untuk Tenaga
Kesehatan
1. Ketaatan
kepada Allah SWT:
Dalam
peristiwa Isra Mi'raj, Rasulullah SAW menerima perintah langsung dari Allah SWT
untuk menunaikan shalat lima waktu, yang menjadi kewajiban utama umat Islam.
Kisah ini mengajarkan pentingnya ketaatan kepada Allah dalam setiap aspek
kehidupan.
Implementasi bagi tenaga
kesehatan: Sebagai
tenaga kesehatan, tugas melayani pasien dapat dianggap sebagai bentuk ibadah
yang mendekatkan diri kepada Allah. Setiap tindakan yang dilakukan untuk
membantu pasien, meredakan penderitaan mereka, dan memberikan perhatian dengan
tulus adalah sebuah ketaatan kepada perintah-Nya untuk menjaga kesehatan
sesama. Dengan niat yang ikhlas, dedikasi dalam profesi kesehatan menjadi
sarana untuk meningkatkan kualitas iman.
Berikut
tinjauan dalil pendek terkait ketaatan
kepada Allah SWT dalam konteks kisah Isra Mi'raj dan relevansinya bagi
tenaga kesehatan:
a.
Perintah Shalat sebagai Bentuk Ketaatan
Dalam
Isra Mi'raj, Rasulullah SAW menerima perintah langsung dari Allah SWT untuk
melaksanakan shalat lima waktu. Hal ini menegaskan pentingnya ketaatan kepada
Allah dalam menjalani kehidupan.
Allah
SWT berfirman: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Shalat
sebagai ibadah utama menjadi simbol ketaatan yang menguatkan hubungan antara
hamba dan Penciptanya.
b.
Ketaatan dalam Melayani Sesama
Tenaga
kesehatan yang menjalankan tugas dengan ikhlas sejatinya sedang melaksanakan
ketaatan kepada Allah. Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad, Ath-Thabrani, dan
Ad-Daruqutni)
Profesi
tenaga kesehatan yang berorientasi pada kemaslahatan dan manfaat bagi orang
lain mencerminkan ketaatan kepada Allah, karena mereka membantu menjaga
kehidupan, yang merupakan salah satu tujuan utama syariat (maqashid syariah).
c.
Menjalankan Amanah sebagai Ketaatan
Allah
SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya...” (QS. An-Nisa: 58)
Melayani
pasien dengan dedikasi dan tanggung jawab adalah bentuk pengamalan perintah
Allah untuk menjaga amanah, khususnya amanah dalam menjaga kesehatan orang
lain.
Ketaatan kepada Allah SWT sebagaimana
dicontohkan dalam kisah Isra Mi'raj dapat diimplementasikan oleh tenaga
kesehatan dengan menjadikan pekerjaan mereka sebagai ibadah. Dengan niat yang
ikhlas, tindakan yang tulus, dan pelayanan terbaik, tenaga kesehatan tidak
hanya membantu sesama tetapi juga meningkatkan kualitas keimanan mereka kepada
Allah.
2. Kesabaran
dalam Menghadapi Ujian:
Rasulullah
SAW menghadapi banyak ujian dan rintangan, baik dalam perjalanan Isra maupun
Mi'raj, yang memperlihatkan ketabahan dan kesabarannya. Kesabaran ini menjadi
contoh bagi umat Islam dalam menghadapi tantangan hidup yang berat.
Relevansi bagi tenaga
kesehatan: Tenaga
kesehatan sering dihadapkan dengan tekanan kerja yang tinggi, pasien dengan
kondisi yang kompleks, serta situasi yang penuh stres dan emosi. Dalam
menghadapi hal ini, kesabaran menjadi kunci untuk tetap memberikan pelayanan
terbaik. Kesabaran juga diperlukan dalam berinteraksi dengan pasien yang
memiliki beragam kebutuhan dan latar belakang. Melalui kesabaran, tenaga kesehatan
dapat terus fokus pada tugas mereka dan memberikan solusi terbaik untuk pasien.
Berikut adalah dalil-dalil dari Al-Qur'an dan hadis yang
relevan dengan kesabaran dalam
menghadapi ujian, yang dapat menjadi inspirasi bagi tenaga kesehatan:
1. Kesabaran sebagai Kunci Keberhasilan
Allah
SWT memerintahkan kesabaran sebagai sikap utama dalam menghadapi berbagai ujian
hidup. Dalam perjalanan Isra Mi'raj, Rasulullah SAW menunjukkan kesabaran luar
biasa dalam menghadapi berbagai rintangan, seperti penolakan dari kaum Quraisy
sebelum perjalanan mulia tersebut. Kesabaran ini menjadi teladan bagi umat
Islam.
Allah
berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah
kamu dan kuatkanlah kesabaranmu, serta tetaplah bersiap siaga (di perbatasan),
dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Ali Imran: 200)
Bagi
tenaga kesehatan, ayat ini mengingatkan pentingnya menjaga kesabaran, terutama
dalam menghadapi situasi sulit seperti tekanan kerja, konflik, atau pasien
dengan kondisi yang rumit. Dengan sabar, seorang tenaga kesehatan dapat tetap
fokus dan memberikan pelayanan terbaik.
2. Kesabaran sebagai Ciri Orang Beriman
Allah
SWT juga menjanjikan pahala besar bagi orang-orang yang sabar:
“Sesungguhnya Kami akan menguji kamu
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan.
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS.
Al-Baqarah: 155)
Ayat
ini relevan bagi tenaga kesehatan yang menghadapi ujian dalam bentuk tekanan
kerja, kesulitan pasien, atau bahkan keterbatasan fasilitas. Dengan kesabaran,
mereka tidak hanya dapat menghadapi tantangan ini, tetapi juga mendapatkan
pahala dan keberkahan.
3. Kesabaran Rasulullah sebagai Teladan
Rasulullah
SAW bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin,
karena segala urusannya adalah kebaikan. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia
bersyukur, maka itu menjadi kebaikan baginya. Jika ia ditimpa kesulitan, ia
bersabar, maka itu pun menjadi kebaikan baginya.”
(HR. Muslim)
Kesabaran
dalam menghadapi tantangan, seperti pasien dengan kondisi kritis atau situasi
kerja yang penuh tekanan, merupakan salah satu bentuk kebaikan yang mendekatkan
tenaga kesehatan kepada Allah. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa kesabaran dalam
segala keadaan akan berbuah kebaikan.
4. Janji Pahala Tak Terbatas bagi Orang
yang Sabar
Allah
SWT berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan diberi balasan
tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
Bagi
tenaga kesehatan, janji ini mengingatkan bahwa kesabaran mereka dalam melayani
pasien, meskipun sering kali tidak diapresiasi, adalah bentuk amal yang tidak
sia-sia. Pelayanan yang diberikan dengan sabar akan menjadi pahala yang
berlipat ganda di sisi Allah SWT.
5. Kesabaran dalam Memberikan Pelayanan
Kesabaran
juga menjadi fondasi untuk memperlakukan pasien dengan baik, terlepas dari
latar belakang atau kondisi mereka. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW
bersabda: “Allah menolong seorang hamba selama hamba
tersebut menolong saudaranya.” (HR.
Muslim)
Tenaga
kesehatan yang sabar dalam merawat pasien dan memberikan solusi terbaik
sejatinya sedang menjalankan amal jariyah. Kesabaran mereka adalah bagian dari
bentuk ibadah yang diterima oleh Allah SWT.
6.
Kesabaran Sebagai Salah Satu Kunci Keselamatan
Rasulullah
SAW bersabda: “Barang siapa yang bersabar, maka Allah akan
menjadikannya bersabar. Dan tidak ada pemberian yang lebih baik dan lebih luas
daripada kesabaran.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Hadis
ini mengingatkan tenaga kesehatan bahwa kesabaran adalah karunia dari Allah
yang membawa ketenangan dan kebijaksanaan dalam melayani pasien.
Relevansi
bagi Tenaga Kesehatan
·
Menghadapi
tekanan kerja: Dalam dunia medis, seringkali tekanan kerja dan tantangan harian
dapat membuat seseorang kehilangan fokus atau emosi. Dengan kesabaran, tenaga
kesehatan dapat tetap tenang, fokus, dan memberikan pelayanan yang optimal.
·
Berinteraksi
dengan pasien beragam latar belakang: Setiap pasien memiliki kebutuhan, emosi,
dan kondisi yang berbeda. Kesabaran menjadi kunci untuk memahami dan membantu
mereka secara profesional dan penuh kasih.
· Mengatasi
situasi sulit: Dalam situasi kritis, seperti pasien gawat darurat atau kondisi
kesehatan yang buruk, kesabaran membantu tenaga kesehatan tetap tenang dan
rasional dalam mengambil keputusan yang tepat.
Kesabaran adalah inti dari pelayanan
terbaik yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Dengan meneladani Rasulullah SAW
yang menunjukkan kesabaran luar biasa selama perjalanan Isra Mi'raj, tenaga
kesehatan dapat mengatasi tekanan dan tantangan pekerjaan. Kesabaran tidak
hanya membantu menciptakan pelayanan yang lebih baik, tetapi juga menjadi
ibadah yang berbuah pahala besar di sisi Allah SWT.
3. Empati dan
Kepedulian:
Perjalanan
Isra Mi'raj juga menggambarkan kasih sayang Allah kepada umat-Nya, dengan
memberi kesempatan kepada Rasulullah untuk berjumpa dengan Allah dan menerima
wahyu-Nya. Hal ini menandakan betapa besar perhatian Allah terhadap umat
manusia.
Bagi tenaga kesehatan: Nilai empati dan kepedulian menjadi
sangat penting dalam profesi ini. Melayani pasien dengan penuh perhatian, kasih
sayang, dan pengertian dapat memberikan dampak yang besar, tidak hanya pada
aspek medis tetapi juga pada kesejahteraan emosional dan psikologis pasien.
Empati yang ditunjukkan dalam tindakan nyata seperti mendengarkan dengan baik, memberikan kenyamanan,
dan memahami perasaan pasien menjadi
bagian dari pengabdian yang mulia. Sebagaimana Rasulullah menunjukkan kasih
sayang kepada umat, tenaga kesehatan yang penuh empati akan membawa kedamaian
dan ketenangan bagi pasien yang sedang sakit atau dalam perawatan.
Berikut
adalah dalil-dalil Al-Qur'an dan hadis yang relevan dengan nilai empati dan kepedulian dalam profesi
tenaga kesehatan, sebagaimana digambarkan dalam hikmah perjalanan Isra Mi'raj:
a.
Empati dan Kepedulian sebagai Kasih
Sayang Allah kepada Umat-Nya
Dalam Isra Mi'raj, Allah SWT menunjukkan
kasih sayang-Nya kepada umat manusia dengan memberikan kewajiban shalat yang
awalnya lima puluh kali sehari menjadi lima kali sehari, namun tetap memiliki
pahala seperti lima puluh kali. Hal ini menggambarkan bagaimana Allah mengerti
keterbatasan manusia dan memberi kemudahan kepada umat-Nya.
Allah
SWT berfirman: "Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS. Al-Baqarah: 286)
Kasih sayang Allah yang terwujud dalam
perintah shalat ini menjadi pelajaran penting bagi tenaga kesehatan untuk
menunjukkan empati kepada pasien dengan memahami keterbatasan mereka, baik
secara fisik, mental, maupun emosional.
b.
Pentingnya Bersikap Lemah Lembut dan Peduli
Allah SWT berfirman: "Maka disebabkan rahmat dari
Allah-lah kamu (Muhammad) berlaku lemah lembut kepada mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu." (QS.
Ali Imran: 159)
Ayat ini menekankan pentingnya sikap
lemah lembut dan empati dalam interaksi dengan orang lain, termasuk dalam
konteks melayani pasien. Dengan menunjukkan kasih sayang, perhatian, dan
kepedulian, tenaga kesehatan dapat menciptakan hubungan yang lebih baik dengan
pasien dan membantu proses penyembuhan mereka.
c.
Teladan Rasulullah dalam Kasih Sayang
kepada Sesama
Rasulullah SAW adalah teladan terbaik
dalam menunjukkan empati dan kepedulian kepada umatnya. Beliau bersabda:"Barang
siapa tidak memiliki kasih sayang, maka dia tidak akan disayangi." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam profesi kesehatan, empati menjadi
salah satu aspek yang sangat penting. Melayani pasien dengan kasih sayang,
mendengarkan keluhan mereka, dan memberikan penghiburan dapat memberikan dampak
positif bagi kesejahteraan mereka, baik fisik maupun mental.
Hadis
lain menyebutkan: "Perumpamaan
orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang, cinta, dan kelembutan di antara
mereka adalah seperti tubuh. Apabila satu anggota tubuh sakit, seluruh tubuh
turut merasakan sakit dengan demam dan tidak bisa tidur." (HR. Bukhari dan Muslim)
Tenaga
kesehatan yang menunjukkan empati tidak hanya menjadi pelayan kesehatan, tetapi
juga saudara yang merasakan kepedihan pasien dan berusaha meringankan beban
mereka.
d.
Tindakan Empati sebagai Bagian dari
Pengabdian Mulia
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW
bersabda: "Barang
siapa yang melapangkan satu kesulitan dunia dari seorang mukmin, Allah akan
melapangkan baginya satu kesulitan pada hari kiamat. Barang siapa yang
memudahkan orang yang sedang kesulitan, Allah akan memudahkan baginya di dunia
dan akhirat." (HR.
Muslim)
Menunjukkan empati melalui tindakan
nyata, seperti mendengarkan pasien, memberikan kenyamanan, dan memahami
perasaan mereka, adalah bentuk ibadah yang membawa pahala besar di sisi Allah.
Hal ini menunjukkan bahwa empati dan kepedulian merupakan bagian dari
pengabdian mulia yang tidak hanya memberikan manfaat bagi pasien, tetapi juga
menjadi amal jariyah bagi tenaga kesehatan itu sendiri.
Empati dan kepedulian dalam melayani
pasien bukan hanya nilai profesional, tetapi juga ibadah yang diperintahkan
Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dengan meneladani kasih sayang Allah
kepada umat-Nya dalam Isra Mi'raj, tenaga kesehatan dapat melayani pasien
dengan penuh perhatian, kasih sayang, dan pengertian. Sikap ini memberikan
manfaat besar bagi pasien, tidak hanya dari segi medis tetapi juga
kesejahteraan emosional dan spiritual mereka.
Pelayanan
Pasien sebagai Implementasi Nilai Isra Mi'raj
1.
Shalat
sebagai Fondasi Spiritual:
Shalat adalah ibadah
yang sangat penting dalam Islam dan merupakan perintah langsung dari Allah SWT
kepada Rasulullah SAW dalam peristiwa Isra Mi'raj. Allah berfirman dalam Surah
Al-Baqarah ayat 3:
“(Yaitu) orang-orang yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat,
dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah: 3)
Rasulullah SAW
bersabda, "Shalat adalah
tiang agama, barang siapa yang mendirikannya, maka ia mendirikan agama, dan
barang siapa yang meninggalkannya, maka ia meruntuhkan agama." (HR. Ahmad)
2. Pentingnya Menjaga Spiritualitas Tenaga
Kesehatan untuk Menciptakan Ketenangan dalam Melayani:
Sebagai tenaga
kesehatan, menjaga spiritualitas sangatlah penting untuk menciptakan ketenangan
batin yang dapat tercermin dalam setiap tindakan dan pelayanan kepada pasien.
Salah satu cara utama untuk menjaga spiritualitas adalah melalui shalat dan
ibadah lainnya yang dapat memperkuat hubungan dengan Allah SWT. Shalat tidak
hanya berfungsi untuk menyucikan diri dan mendekatkan diri kepada Allah, tetapi
juga menumbuhkan rasa sabar, ketenangan, dan keteguhan hati yang sangat
diperlukan dalam menghadapi tantangan dalam pekerjaan.
Ketenangan batin ini
sangat penting dalam menjalankan tugas sebagai tenaga kesehatan, yang sering
kali menghadapi tekanan fisik dan emosional yang besar. Dengan menjaga
spiritualitas, tenaga kesehatan bisa tetap fokus, sabar, dan penuh kasih sayang
ketika berinteraksi dengan pasien. Ketika seseorang memiliki kedamaian dalam
hati, ia akan lebih mudah menghadapi situasi stres dan menjaga kualitas
pelayanan tanpa terbawa emosi negatif.
Menjaga Spiritualitas
Pasien:
Selain menjaga
spiritualitas diri sendiri, penting juga bagi tenaga kesehatan untuk turut
menjaga dan mengingatkan pasien tentang pentingnya menjaga spiritualitas
mereka, terutama dalam melaksanakan ibadah seperti sholat. Dalam hal ini,
tenaga kesehatan dapat berperan sebagai pengingat dan pendukung bagi pasien,
terutama ketika waktu sholat tiba.
Menjaga kebersihan dan
kesucian diri (thoharoh) sebelum sholat juga merupakan aspek penting dalam
agama Islam, yang dapat dijelaskan dan diingatkan kepada pasien, terutama bagi
mereka yang mungkin sedang dalam perawatan atau keterbatasan fisik. Mungkin ada
situasi di mana pasien tidak dapat melaksanakan sholat secara sempurna karena kondisi
fisik mereka, tetapi tetap memberikan pengingat dan dukungan untuk beribadah
sesuai kemampuan dapat memberikan ketenangan rohani yang sangat penting bagi
pemulihan mereka.
Sebagaimana dalam hadis
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah: "Sesungguhnya
sholat itu adalah tiang agama, barang siapa yang mendirikannya, maka ia
mendirikan agama, dan barang siapa yang meninggalkannya, maka ia meruntuhkan
agama." (HR. Ahmad)
Dengan mengingatkan
pasien untuk melaksanakan sholat dengan thoharoh, tenaga kesehatan tidak hanya
mendukung pemulihan fisik pasien tetapi juga memberikan kontribusi terhadap
kesejahteraan spiritual mereka, yang pada gilirannya dapat mempercepat proses
kesembuhan mereka.
3.
Profesionalisme
sebagai Amanah:
Dalam Isra Mi'raj,
Rasulullah SAW menerima amanah besar dari Allah SWT untuk menyampaikan
wahyu-Nya, yang menjadi tugas mulia bagi beliau. Sebagaimana Allah berfirman
dalam Surah Al-Ahzab ayat 72:
"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan
gunung-gunung, maka mereka enggan untuk memikul amanat itu dan khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu sangat zalim dan sangat bodoh."
(QS.
Al-Ahzab: 72)
Amanah
Rasulullah dalam menyampaikan wahyu diibaratkan seperti amanah tenaga kesehatan
dalam memberikan pelayanan terbaik:
Sebagai tenaga kesehatan, amanah untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien adalah sebuah tanggung jawab yang sangat besar. Sama seperti Rasulullah
yang memikul amanah menyampaikan wahyu, tenaga kesehatan juga memikul amanah
untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Hal ini mencakup keterampilan
profesional, keahlian medis, serta kepedulian yang tulus terhadap kesejahteraan
pasien. Dalam setiap tindakan medis, tenaga kesehatan harus menjaga integritas
dan kepercayaan pasien, dengan niat yang ikhlas dan dedikasi penuh.
4.
Menyadari
Kehadiran Allah dalam Setiap Pelayanan:
Dalam peristiwa Isra
Mi'raj, Rasulullah SAW dipertemukan dengan Allah SWT, yang memperlihatkan
kedekatan yang luar biasa antara hamba dengan Tuhannya. Hal ini mengajarkan
bahwa Allah selalu hadir dalam setiap langkah hidup kita, termasuk dalam setiap
usaha dan pekerjaan yang dilakukan. Allah berfirman dalam Surah At-Tawbah ayat
51:
"Katakanlah: 'Tidak akan menimpa kami kecuali apa yang telah ditentukan
Allah bagi kami; Dialah pelindung kami. Dan kepada Allah-lah hendaknya
orang-orang yang beriman bertawakal.'" (QS. At-Tawbah: 51)
Mengaitkan
nilai tawakal dengan pelayanan yang ikhlas tanpa mengharapkan balasan duniawi:
Menyadari bahwa segala
sesuatu yang terjadi, termasuk kesembuhan pasien, adalah kehendak Allah SWT,
akan menumbuhkan rasa tawakal dalam setiap pelayanan yang diberikan. Tenaga
kesehatan yang bertawakal kepada Allah akan melayani pasien dengan ikhlas,
tanpa mengharapkan balasan duniawi, karena mereka menyadari bahwa segala amal
dan usaha mereka adalah bentuk pengabdian kepada Allah. Sebagaimana Rasulullah
SAW mengajarkan umat untuk tawakal kepada Allah, tenaga kesehatan juga harus
meyakini bahwa keberhasilan dalam memberikan pelayanan bukanlah hasil dari
usaha mereka semata, tetapi juga atas izin dan kehendak Allah. Tawakal ini
memberikan ketenangan batin dan menguatkan hati dalam menghadapi segala kondisi
yang ada.
Hikmah
Isra Mi'raj untuk Pasien dan Tenaga Kesehatan
1.
Tenaga Kesehatan sebagai Teladan Moral dan
Spiritual bagi Pasien:
Isra Mi'raj mengajarkan kita tentang
pentingnya keteladanan dalam menjalani kehidupan ini. Rasulullah SAW, sebagai
teladan umat, menunjukkan kesabaran, keikhlasan, dan ketaatan kepada Allah
dalam setiap langkah hidupnya. Dalam profesi tenaga kesehatan, nilai-nilai
tersebut harus diterapkan, sehingga tenaga kesehatan dapat menjadi teladan
moral dan spiritual bagi pasien.
Tenaga kesehatan yang menunjukkan
kesabaran dalam menghadapi tantangan, ketulusan dalam merawat pasien, dan
empati dalam memberikan pelayanan, akan memperlihatkan nilai-nilai yang
diajarkan oleh Rasulullah. Sebagaimana Rasulullah SAW menunjukkan akhlak mulia
dalam setiap tindakannya, tenaga kesehatan juga bisa mencerminkan moralitas
yang tinggi, memberi contoh baik kepada pasien tentang bagaimana menjalani
kehidupan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Dengan menjadi teladan dalam
perilaku, tenaga kesehatan dapat menginspirasi pasien untuk tetap sabar dan
bersyukur dalam menghadapi ujian kesehatan mereka.
2. Pelayanan yang Tulus Menciptakan Suasana yang
Mendukung Penyembuhan Pasien Secara Fisik dan Psikis:
Salah satu hikmah besar dari Isra Mi'raj
adalah pesan tentang pentingnya ketulusan dalam setiap amal perbuatan. Rasulullah
SAW menerima wahyu dan perintah shalat sebagai bentuk pengabdian yang tulus
kepada Allah. Hal ini dapat diadopsi oleh tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan kepada pasien dengan niat yang ikhlas.
Pelayanan yang tulus, tanpa mengharapkan
balasan duniawi, tidak hanya membantu pasien sembuh secara fisik tetapi juga
memberikan ketenangan psikologis. Sebagaimana dalam Isra Mi'raj, Rasulullah SAW
mengalami perjalanan yang penuh ujian namun tetap ikhlas dan tawakal kepada
Allah, tenaga kesehatan juga dapat menunjukkan ketulusan dan keikhlasan dalam
menghadapi tekanan dan tantangan. Ketulusan ini akan tercermin dalam setiap
interaksi dengan pasien, menciptakan suasana yang mendukung penyembuhan yang
lebih holistik, baik dari sisi fisik maupun psikologis.
Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk tubuhmu dan harta bendamu, tetapi
Dia melihat hati dan amalmu." (HR. Muslim). Dalam konteks pelayanan
kesehatan, niat yang tulus adalah inti dari amal ibadah yang akan mendatangkan
keberkahan dan pahala.
3.
Menguatkan Hubungan antara Tenaga Kesehatan dan
Pasien Berdasarkan Nilai-Nilai Islami:
Isra Mi'raj juga mengajarkan kita tentang
pentingnya menjaga hubungan yang baik dengan sesama, terutama dalam menjalankan
amanah. Dalam hubungan antara tenaga kesehatan dan pasien, kita bisa menguatkan
ikatan tersebut dengan nilai-nilai Islami, seperti saling menghormati, empati,
dan kasih sayang.
Dalam Surah Al-Hujurat ayat
10, Allah berfirman:
"Sesungguhnya
orang-orang beriman itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara dua saudaramu
yang bertikai, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat." (QS.
Al-Hujurat: 10)
Sebagai tenaga kesehatan, kita berperan
sebagai saudara bagi pasien, memberikan penghiburan dan dukungan dengan penuh
kasih sayang, serta menjaga komunikasi yang baik dengan mereka. Dengan
mengamalkan nilai-nilai Islami, hubungan antara tenaga kesehatan dan pasien
akan menjadi lebih kuat, penuh kepercayaan, dan lebih mendalam. Pasien yang
merasa dihargai dan dipahami secara spiritual dan emosional akan lebih mudah
untuk sembuh dan pulih.
Dengan mengingatkan pasien tentang
pentingnya ketenangan batin, penguatan iman, dan menjaga ibadah di tengah masa
perawatan, tenaga kesehatan dapat berperan dalam mendekatkan pasien kepada
Allah, sambil tetap memberikan perhatian medis yang optimal. Kekuatan spiritual
ini dapat mempercepat proses kesembuhan baik fisik maupun psikis pasien.
Kaitan bulan Rajam-Sa’ban dan
Ramadhan
Kaitan antara bulan Rajab, Sya'ban, dan
Ramadan sering digambarkan dalam analogi spiritual sebagai bulan menanam, menyiram, dan
memanen. Pemahaman ini berasal dari hikmah yang disampaikan para ulama,
yang menekankan pentingnya persiapan spiritual dan amal sebelum memasuki bulan
Ramadan. Berikut adalah penjelasan masing-masing bulan dalam perspektif Islam,
berdasarkan pandangan ulama, hadis, dan Al-Qur'an:
1.
Bulan
Rajab: Bulan Menanam
Rajab adalah salah satu dari empat bulan
suci (bulan haram) dalam Islam yang dimuliakan Allah. Allah berfirman:
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah
ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit
dan bumi, di antaranya empat bulan haram...” (QS.
At-Taubah: 36)
Sebagai bulan yang dimuliakan, Rajab
menjadi momen untuk memulai persiapan menuju Ramadan. Ulama menyebut bulan ini
sebagai bulan menanam karena di sinilah kita mulai memperbanyak amal kebaikan,
seperti:
·
Memperbanyak istighfar dan taubat.
·
Memulai kebiasaan shalat sunnah, memperbanyak
zikir, dan membaca Al-Qur'an.
·
Membersihkan hati dan jiwa dari dosa-dosa,
sehingga amal di bulan-bulan berikutnya dapat diterima dengan baik.
Hadis yang sering dikaitkan
dengan bulan Rajab: "Rajab adalah bulan Allah, Sya'ban
adalah bulanku, dan Ramadan adalah bulan umatku." (HR. Al-Baihaqi, meskipun ada perdebatan tentang kesahihan hadis ini).
Meskipun hadis ini tidak kuat, hikmah yang
terkandung di dalamnya sangatlah bermakna, karena Rajab dianggap sebagai awal
untuk menanam benih-benih kebaikan.
2.
Bulan
Sya'ban: Bulan Menyiram
Sya'ban adalah bulan yang menjadi
penghubung antara Rajab dan Ramadan. Disebut sebagai bulan menyiram, karena di
bulan ini kita mulai memperbanyak amal dan memperbaiki kualitas ibadah sebagai
persiapan menuju Ramadan. Rasulullah SAW memberikan perhatian khusus pada bulan
ini dengan memperbanyak puasa dan amal kebaikan.
Hadis dari Aisyah RA
menyebutkan: "Aku tidak pernah
melihat Rasulullah SAW berpuasa dalam satu bulan lebih banyak daripada puasa
beliau di bulan Sya'ban." (HR.
Bukhari dan Muslim)
Di bulan ini, kita menyiram benih yang
telah ditanam di bulan Rajab dengan amal-amal yang lebih intensif:
·
Memperbanyak puasa sunnah, khususnya di paruh
pertama Sya'ban.
·
Memperbanyak doa agar Allah mempertemukan kita
dengan Ramadan.
·
Meningkatkan amal ibadah sebagai latihan
sebelum memasuki Ramadan.
3. Bulan Ramadan: Bulan Memanen
Ramadan adalah puncak dari perjalanan
spiritual seorang Muslim. Disebut sebagai bulan memanen, karena inilah bulan di
mana pahala amal kebaikan dilipatgandakan, dan segala persiapan dari bulan
Rajab dan Sya'ban dituai hasilnya. Allah SWT berfirman: "Wahai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."(QS.
Al-Baqarah: 183)
Di bulan ini, Muslim mendapatkan
kesempatan untuk memanen pahala melalui:
·
Puasa wajib dan ibadah sunnah seperti shalat
tarawih.
·
Memperbanyak sedekah, membaca Al-Qur'an, dan
itikaf.
·
Memperoleh keberkahan malam Lailatul Qadar,
yang lebih baik daripada seribu bulan (QS. Al-Qadr: 3).
Hadis Rasulullah SAW: "Barang siapa yang berpuasa di bulan
Ramadan dengan penuh iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu." (HR.
Bukhari dan Muslim)
Pandangan
Ulama tentang Analogi Ini
Ulama menekankan bahwa perjalanan
spiritual seorang Muslim sepanjang tahun memiliki ritme dan tahapan. Rajab,
Sya'ban, dan Ramadan adalah bulan yang mengajarkan kita untuk:
·
Rajab: Membersihkan hati, bertaubat, dan
menanam niat yang kuat untuk berubah.
·
Sya'ban: Melatih diri dengan amal kebaikan
secara intensif, sehingga Ramadan menjadi lebih bermakna.
·
Ramadan: Mendapatkan hasil dari semua amal dan
memperkuat hubungan dengan Allah SWT melalui ibadah yang maksimal.
Hikmah dari bulan Rajab, Sya'ban, dan
Ramadan adalah perjalanan spiritual yang mengarahkan seorang Muslim menuju
ketakwaan. Dengan menanam amal di bulan Rajab, menyiramnya di bulan Sya'ban,
dan akhirnya memanen hasilnya di bulan Ramadan, seorang Muslim dapat mencapai
derajat takwa yang sesungguhnya. Semoga kita termasuk orang-orang yang
memanfaatkan tiga bulan ini dengan sebaik-baiknya. Aamiin.
Peristiwa Isra Mi'raj mengandung hikmah
yang sangat relevan bagi profesi tenaga kesehatan, khususnya dalam melaksanakan
tugas yang penuh tanggung jawab dan pengabdian. Nilai-nilai seperti ketaatan,
kesabaran, keikhlasan, empati, dan ketulusan dalam pelayanan tercermin dalam
perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW ini. Sebagai tenaga kesehatan,
menerapkan nilai-nilai tersebut tidak hanya meningkatkan kualitas pelayanan
kepada pasien tetapi juga memperkaya makna pekerjaan sebagai bagian dari ibadah
kepada Allah SWT.
Dengan menjadikan nilai-nilai Isra Mi'raj
sebagai motivasi, tenaga kesehatan dapat menghadapi tantangan pekerjaan dengan
penuh semangat, sabar, dan ikhlas. Pekerjaan melayani pasien bukan hanya
tentang memberikan perawatan medis, tetapi juga bentuk pengabdian yang membawa
keberkahan jika dilandasi niat yang tulus dan kesadaran akan amanah yang
diemban.
Harapannya, dengan menginternalisasi
nilai-nilai Islami dari Isra Mi'raj, pelayanan kesehatan dapat menjadi lebih
baik, profesional, dan penuh keberkahan. Semoga seluruh tenaga kesehatan
senantiasa diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menjalankan tugas mulia ini,
sehingga dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi umat manusia dan
menjadi amal jariyah yang terus mengalir pahalanya. Aamiin.
By.goens’GN”
Komentar