Part 2
SKRINING
Unit Gawat Darurat RSUD
Ajibarang sore itu tampak sepi, yang biasanya ramai dengan berbagai ilustrasi perilaku sosial yang nampak.
Kadang terlihat orang dengan nampak
cemas, menunggu sanak keluarganya
mendapatkan pertolongan, ada orang yang sibuk dengan HP-nya, untuk menghubungi keluarganya, ataupun jerit
kesakitan pasien sehabis kecelakaan yang baru turun dari mobil terbuka yang
membawa dari tempat kejadian, kadang juga terdengar suara mengi
paru bagaikan symponi sebuah lagu, kadang juga ramai lalu lalang polisi
mengawal perampok yang tertembak kakinya sehingga jatuh tersungkur tidak bisa
lari, kadang juga terdengar jerit tangisan yang membuat miris untuk mendengar
dan menyaksikan adegan terkulai lemas, ataupun memberontak, meronta dan terisak dikala ada keluarga yang
dikabarkan telah meninggal dunia, kadang juga nampak kesibukan perawat memasang infus dengan segala perlengkapan yang
harus memenuhi kaidah-kaidah pengendalian dan pencegahan infeksi, serta segala
aturan SPO yang harus ditaati, kadang juga kesibukan tim jaga UGD dalam
memberikan informasi dan segala tata cara pendaftaran dan cara pembayaran serta
syarat ketentuan pasien asuransi yang kadang diperdebatkan oleh keluarga dan
pasien, yang tidak kalah menarik kita dapatkan bidan yang dengan tergopoh-gopoh menerima
pasien perdarahan sehabis melahirkan di puskesmas diakibatkan plasenta si bayi
yang belum bisa keluar semua, atau seorang ibu yang menangis sedih serta cemas mengantarkan
anak gadisnya yang perdarahan dengan riwayat menggugurkan bayinya di dukun, dan
terlihat sarung tangan perawat berlumuran darah karena sedang merawat luka
pasien dengan perdarahan yang masih merembes sehabis kecelakaan, ataupun dokter
jaga dengan suara lantangnya dalam memimpin dan mengarahkan tindakan emergency pasien yang tidak bernafas
sehingga harus dilakukan pijat jantung dan parunya, ataupun suara nafas mendengus
dan keringat bercucuran dengan bau asam tim jaga UGD dalam melakukan resusitasi
jantung dan paru pasien yang tidak bernafas, tidak teraba nadi dan tidak
memberikan respon, semua melakukan dengan penuh dedikasi sesuai dengan
kompetensinya dalam melakukan tindakan
medis memberikan pelayanan paripurna kepada kepada pasiennya.
Sore itu dokter Herdi terlihat santai sedang duduk-duduk bercengkerama dengan dokter intership, para perawat dan bidan
yang jaga di UGD serta petugas
administrasi, kebetulan sore itu UGD sedang dalam keadaan sepi pasien.
“Dokter Hani, enak ya sepertinya kalau jaga seperti
ini” Dokter Herdi mencoba membuka percakapan mengajak ngobrol dokter Hani, seorang dokter intership yang mempunyai wajah
imut, cantik dan murah senyum
ini.
“Iya dokter, sepi jadi
bisa ngobrol dengan dokter”, balas dokter Hani dengan senyum
khasnya yang manja, mencoba menggoda
dokter Herdi yang terkenal dengan keramahan dan perhatiannya kepada
siapapun.
“Yee….dokter Herdi
berbunga-bunga nih”, canda Dian bidan jaga UGD sore itu
sambil melirik keduanya.
“Iya dok, sepertinya dokter berdua sangat cocok dan serasi loh..hehe”,
Cahya menimpali omongannya Dian kepada mereka berdua. Ada sedikit terlihat
perubahan raut wajah dokter Hani, entah apa yang dia rasakan saat itu,
sedangkan dokter Herdi sendiri sempat menangkap perubahan raut muka dokter Hani
secara sekilas dan dia mencoba menerka-nerka, mungkinkah ada ketertarikan dia
kepadaku. Akhirnya diapun tersenyum sendiri membayangkan kalau memang dia
menyukainya.
“Dokter ngapain sih, kok senyum-senyum sendiri”, dokter Hani memecah
angan-angan dokter Herdi.
“Oh…anu…eh…itu ada cicak lagi bercanda di tembok, ternyata dua cicak itu
sepertinya lagi kasmaran, saling kejar-kejaran”, mencoba melucu, yang justru
semua orang menjadi hening bingung sementara, karena terasa garing dan akhirnya
tertawa bersama-sama, suasana ini telah membawa kebersamaan diantara tim jaga UGD sore itu, sehingga terjadi obrolan yang semakin ramai dan hangat.
Selesai mengobrol di sore itu, tim jaga UGD kembali menuju kesibukannya
masing-masing, keadaan ini membuat dokter Herdi dan dokter Hani ada waktu luang
untuk mereka mengobrol berdua, dengan sedikit serius dokter Herdi mengeluarkan
jurus seorang lelaki yang sedang merindu. Obrolan ini salah satu trik dia untuk
sedikit menarik simpatinya, dia mengungkapkan pengalaman bagaimana menjadi
seorang dokter, terutama yang bekerja di UGD.
“Menjadi seorang dokter itu harus siap lahir bathin, apalagi menjadi
dokter jaga UGD,” mulai dia mengeluarkan jurusnya.
“Kok bisa sih dok”
“Ya…bisa dong” jawab sekenanya
“Masa cuman bisa dong, apa lanjutannya dok” Dokter Hani penasaran dan
sedikit dengan gaya manjanya.
“Inilah awal, kita harus sabar menjadi dokter..hehehhe. Kita kadang
menemukan pasien dalam kondisi gawat darurat yang harus kita tangani segera”, melanjutkan
obrolannya, dokter Hani hanya berusaha untuk mendengarkan dengan baik.
“Kita juga harus mempunyai kemampuan komunikasi yang baik,”, menyambung
pendapat pertamanya.
“Kok bisa, apa hubungannya dengan pasien gawat darurat”, Hani sudah
semakin penasaran, karena menurut dia ada sesuatu yang tidak sinkron diantara
keduanya.
“Soalnya, pada saat kita menemukan kondisi demikian, kita harus bisa mengkomunikasikan
dengan tim jaga, dengan pasien, untuk menggali permasalahan sakitnya ataupun
menerangkan kondisi penyakitnya, perencanaan tindakan dan terapi yang akan
diberikan,”
“Oh…iya ya dokter”, dengan melongo tanpa mengurangi paras cantiknya.
“Bukan hanya itu saja, komunikasi yang baik kadang bisa menyelamatkan kita
dari komplain pasien dan keluarga”,
“Hemm….”
“Kadang di UGD, banyak pasien dan keluarga yang sok tahu dan merasa
paling. Anggapan pasien dan keluarga siapa yang datang duluan, dialah yang
harus ditangani” Herdi menerangkan serius daalam hal ini.
“Iya yah dok, kaya kemarin saat jaga dengan dokter Bayu juga demikian”,
dia memasukan nama dokter Bayu dalam obrolan mereka, yang diikuti sedikit lesu
dokter Herdi.
“Terus apa lagi yang harus
dimengerti kalau jaga di UGD dok”, dokter Hani sedikit membaca ada ktidak
sukaan dokter Herdi saat menyebutkan nama dokter Bayu dalam topik pembicaraan
mereka.
“Hemm…yaitu,” tiba-tiba kosong tidak bersemangat
“Apa lagi dokter, kok cuman hemm..aja”, dokter Hani mencoba merayu dokter
Herdi.
“Oh ya..sampai lupa. Pelayanan pasien di UGD itu mengenal pengelompokkan
pasien gawat darurat dan ini harus didahulukan karena mengancam keselamatan
pasien, dibawahnya ada pasien dengan kondisi tidak gawat tapi dalam kondisi
darurat yang bisa ditangani kemudian, ada juga pasien gawat tetapi tidak
darurat ataupun pasien masuk kategori tidak gawat dan tidak darurat yang berarti
pasien ini bisa dikemudiankan dan kemungkinan bisa dilakukan dengan rawat jalan
atau disuruh kembali besoknya ke poliklinik.” Dokter Hani memandang kagum kepada dokter
Herdi sehingga membuat dia sedikit tersipu, saat mereka berdua berada dalam
rentang kosong bayangan masing masing.
“Terima kasih ya dok”, sambil memandang lembut dokter Herdi, ada sebuah
perasaan yang seolah-olah telah menemukan sosok yang selama ini dia cari, dia
idamkan dan rindukan.
“Terima kasih apanya”, dokter Herdi mencoba memecahkan kekakuan suasana
saat itu, yang tiba-tiba merasuki diantara mereka berdua. Tiba-tiba terdengar bunyi telepon
UGD dengan nyaringnya di ruang administrasi, dengan respon yang
cepat tidak sampai tiga deringan bunyi telepon, Wanto perawat jaga UGD
mengangkat gagang telepon dan menyapa.
“Selamat sore…assalamu’alaikum
dengan Wanto perawat jaga UGD RSUD Ajibarang ada yang bisa saya bantu”, dengan suara lembutnya menyapa orang
diseberang sana.
“Iya Mas ini saya mau
merujuk pasien, bisa yah ?”, jawab suara diseberang telepon sana,
“Maaf dengan siapa dan
dari mana saya sedang berbicara” sambung kembali Wanto masih dengan lembutnya,
“Oh ya Mas, maaf saya
Sila perawat jaga dari Puskesmas Cilongok” jawab Sila yang menerangkan nama dan dari asal puskesmas
yang mau merujuk pasien.
“Maaf bisa diterangkan
identitas dan kondisi pasien yang akan dirujuk” lanjut Wanto dengan komunikasi
efektifnya,
“Pasien perempuan, nama
Sukinem, usia 45 tahun, alamat
Cikidang RT 1/12, dia mengeluh sesak dengan nyeri dada sejak 1 jam yang lalu,
pasien sedikit gemuk dengan riwayat darah tinggi sejak lima tahun yang lalu dan
pasien sudah sering berobat ke RSUD Ajibarang”, terang Sila mengenai identitas
dan kondisi pasien,
“Adakah tindakan yang
sudah dilakukan di puskesmas ?” kembali tanya Wanto,
“Pasien sudah diberikan
oksigen 3 liter dengan canul, antalgin tablet tetapi pasien muntah, diagnosis
sementara kata dokter jaga kemungkinan serangan jantung iskemia, pasien
diberikan ISDN dan kembali muntah, menurut dokter jaga pasien kemungkinan
membutuhkan ICU”, kembali Sila menerangkan kondisi pasiennya kepada Wanto
melalui telepon,
“Terima kasih telah menghubungi kami, ICU kami masih ada tempat,
silahkan dikirim, jangan lupa resustasi set, awasi tanda vital dan
kemungkinan terjadinya henti jantung mendadak”, terang Wanto
kepada Sila.
“Iya, terima kasih, ini kami persiapkan dan segera akan kami rujuk” jawab
perawat Sila dari Cilongok.
Komunikasi efektif itu sangat penting untuk membantu kelancaran pelayanan
pasien, keselamatan pasien juga harus dikedepankan, sehingga jangan melupakan
nama, umur, jenis kelamin dan alamat pasien disertai identitas perujuk. Bagaimana
komunikasi yang efektif bisa dilakukan, diantaranya dengan mengedepankan etika
dalam berkomunikasi yaitu diawali dengan kita mengucapkan salam, dilanjutkan
dengan mengenalkan diri kita dan memastikan institusi kita, sebaiknya juga
jangan melupakan untuk memastikan kepada lawan bicara untuk menentukan apa yang
dibutuhkan oleh pasien kita, dalam berkomunikasi juga jangan sampai melupakan
dengan siapa kita sedang berbicara, bila dalam kasus akan menerima rujukan
pasien jangan dilupakan untuk menanyakan identitas pasien, minimalnya nama pasien,
tanggal lahir atau umur pasien serta alamat pasien, alasan pasien mengapa
dirujuk, bagaimana kondisinya dan tindakan apa yang telah dilakukan. Dalam hal ini Wanto mengetahui ICU masih ada tempat setelah
laporan operan jaga sore tadi, tertulis bahwa ICU masih kosong
tempat tidur untuk dua pasien. Setelah menerima pasien, Wanto segera melaporkan
kepada dokter Herdi yang jaga sore itu dilanjutkan dengan menulis
rekapan hasil pembicaraan telepon kedalam buku skrining pasien UGD. Setelah dokter Herdi menganalisis
pasien, dengan cepat memerintahkan dokter
Hani untuk mempersiapkan penerimaan pasien.
“Dokter Hani, Ada pasien mau dirujuk dengan AMI”, dia memanggil dokter
Hani
“Iya dokter, apa yang harus kami persiapkan”, jawab dokter Hani menanggapi
informasi yang diberikan dokter Herdi.
“Dokter Hani tolong
siapkan segera penerimaan pasien diruang triage, bersama petugas perawat triage dan ruang
resusitasi bersama alat resusitasinya”
“Siap dok, kami
siapkan” jawabnya dan segera berkoordinasi dengan tim perawat jaga.
“Mas Tofik, tolong siapkan penerimaan pasien dan lembar skoring triage, Mas Wanto siapkan ruang resusitasi, pastikan alat
resusitasi siap, monitoring dan defibrilator berfungsi normal”, Dokter Hani memberikan arahan kepada tim jaga
sore itu, begitu selesai tim jaga sore segera menjalankan sesuai
arahan, Taufik menuju ruang triage segera mempersiapkan bed penerimaan pasien
dan berkoordinasi dengan petugas satpam untuk membantu menerima pasien
transfer dari ambulance pengirim
menuju ruang triage, lembar administrasi skoring pasien triage juga
segera disiapkan, Wanto menuju ruang resusitasi memeriksa trolly emergency yang masih terkunci segel, hal ini menunjukan
bahwa troly emergency masih utuh belum dipakai, Wanto memastikan SPO
troly emergency yang terdiri dari alat resusitasi penopang airway dan breathing
tersedia, obat emergency adrenalin dan lainnya, serta bedside monitor berfungsi
dengan baik, dan defibrilator menunjukkan testing hari ini pada buku uji
defibrilator menunjukkan alat berfungsi normal, setelah selesai merekapun
melaporkan kembali kepada dokter Hani.
“Penerimaan pasien siap
dan skoring triage siap dokter” laporan Taufik kepada dokter Hani sambil menunjukkan jempol jarinya dan seutas
senyum menggoda,
“Saya juga melapor
dok, ruang resusitasi siap, trolly emergency isi lengkap, alat ready dan bedside monitor serta
defibrilator siap digunakan” Wanto juga tidak mau kalah melaporkan kepada
dokter Hani tentang kesiapan ruang resusitasi,
“Terima kasih atas kerja
samanya, mari kita sambut pasien perdana kita di sore hari” jawab dokter Hani
dengan senyum manisnya sambil berjalan menuju ke dokter Herdi,
“Dokter Herdi,
penerimaan pasien dengan skoring pasien triage siap, ruang resusitasi siap dan
alat pendukung troly emergency, bedside monitor dan defibrilator semuanya siap untuk digunakan”, dokter Hani
melaporkan kepada dokter Herdi, diapun tersenyum melihat kelincahan dan
keramahan dokter Hani.
“Terima kasih, mari
kita tunggu pasien didepan, mari berdoa semoga dimudahkan oleh Allah dalam kita
menangani pasien”, demikian ajakan dokter Herdi yang membuat tim jaga sore itu senang dan merasa tenang.
UGD yang baik mempunyai beberapa
indikator mutu pelayanan diantara respon
time dalam penerimaan pasien, berapa lama pelayanan di UGD, bagaimana
tingkat keselamatan pasien di UGD, bagaimana kepuasan pelanggan dalam menerima
pelayanan di UGD. Ruangpun mempunyai standart khusus, bagaimana membagi ruangan
untuk kasus yang harus segera dilakukan penanganan atau biasa kita sebut area
merah, area kuning, dan area hijau, juga bagaimana kalau ada pasien infeksius air bone dan bukan, bagaimana alurnya,
harus mempunyai ruangan yang khusus dan tertutup, serta UGD harus mempunyai
sebuah ruang dekontaminasi yang harus bisa langsung diakses oleh mobil pembawa
dan air untuk dekontaminasi serta IPAL nya harus mempunyai standar tersendiri. Mengenai
jalur transportasi UGD, juga harus cukup
untuk manipulasi kendaraan pembawa pasien, harus bisa memutar tidak kembali
lagi, demikian dokter Herdi melanjutkan perbincangan menerangkan kepada dokter Hani
sambil menunggu pasien datang.
Tidak
beberapa lama kemudian terdengar suara sirine ambulance memasuki area parkir rumah sakit dan menuju ke pelataran UGD, para pengantar pasien segera turun dan
disambut dengan trengginas para petugas UGD RSUD Ajibarang.
“Assalamu’alaikum, (sambil tangan kanan memegang dada kiri
dengan badan sedikit membungkuk sambil mengucapkan salam)”, Tofik dan
petugas satpam menyambut pasien yang baru datang, Perawat Sila menjawab dengan tergesa.
“Wa’alaikum salam, ini saya Sila dan
ini pasien dari Cilongok yang tadi menelpon”, pasien
nampak kesakitan dan memegangi dada pasien sebelah kiri, pasien kemudian dibawa dan dilakukan
pemeriksaan ringkas tidak kurang dari lima menit di ruang triage.
“Dokter,
hasil skoring triage menunjukkan diteruskan ke zona merah” Tofik melaporkan.
“Okai, segera bawa ke ruang resusitasi dan siapkan
lembar informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga, segera lakukan EKG 12
lead, pasang bedside monitor secara kontinue dan berikan oksigen kanul 3 liter
permenit” perintah dokter Herdi kepada tim jaga. Dokter
Hani dibantu tim jaga lainnya segera melaksakan instruksi dokter Herdi, dia secara cekatan, sibuk
melaksanakan tugas yang diberikan, mengawali dengan menutup tirai dan
dilanjutkan melakukan cuci tangan 6 langkah, kemudian memperkenalkan diri
kepada pasien dan anamnesis identitas dan riwayat sakit pasien, dia bersama tim
juga segera melakukan pemeriksaan EKG. Tanpa disadari oleh dokter Hani ternyata
dokter Herdi memperhatikan segala gerak-gerik lincah dokter bimbingannya ini,
ia pun tersenyum sendiri dan membatin “Lincah dan cantik juga dokter intership
ini…heheheh… “, tiba-tiba dia kaget ketika ada yang memanggilnya
“Dok, ini hasil EKG nya…” dengan
segera menyodorkan lembaran hasil EKG
“Eh…ah….oh..iya terima kasih”, tampak
kaget dan dokter Hani berpura-pura tampak bingung dengan sikap terkejut dari
dokter Herdi, padahal dia sebenarnya tahu sedari tadi diperhatikan dengan
seksama oleh dokter Herdi, hati dia tersenyum dan berniat untuk terus
menggodanya.
“Maaf dokter kalau menggangu
waktunya”, dengan sikap merasa bersalah
“Hemmm….apa dokter lagi melamunkan
seseorang yah….” Melanjutkan dia menggoda.
“Ahh…tidak kok…mari kita diskusikan
kasus ini” jawab dokter Herdi sedikit gugup.
“Ayooo….siapa takut sama dokter”
Dengan semangat sambil melirik diiringi senyum.
“Ini pasien dengan nyeri dada, yang
khas dengan diiringi penjalaran ke lengan sisi kiri, ini sepertinya salah satu
jenis ACS”
“Acute
coronary syndrome dok…?.” Sambung dokter Hani.
“Tepat sekali, cuman disini harus
kita bedakan jenisnya, karena tingkat kegawatdaruratannya berbeda pula?”
“Maksudnya dokter…”
“Iya, ACS ini kita kenal ada tiga
jenis Stemi, nstemi dan Un Stable Angina pectoris kadang disebut juga UAP”,
dengan muka yang lebih serius.
“Pada pasien ini apa dokter”, lanjut
dia penasaran.
“Kalau melihat gambaran EKG nya
terdapat gambaran ST elevasi dan hasil laboratorium troponin dan CKMB nya
bagaimana?”
“Naik dok….ini cukup tinggi”
“Ya…berarti ini kemungkinan besar
masuk kategori stemi, coba kita konsultasikan ke dokter Rakhmat, SpPD saja.”,
dokter Herdi menyampaikan perencanaan pasien ini.
“Siap dokter….saya saja yang konsul dokter,
biar sekalian belajar”, pinta dokter Hani dengan semangat.
Tanpa menunggu persetujuan, dokter
Hani segera melaporkan kasus ini ke dokter Rakhmat sesuai arahan dokter Herdi,
ternyata setelah dilaporkan dengan faktor pemberat hipertensi,
hipercholesterol, disimpulkan sebagai stemi, dan beliau menginstruksikan untuk
heparinisasi dan perawatan di ICU.
“Hasil menurut dokter Rakhmat positif
stemi dan intruksi untuk heparinisasi dan protokol seperti biasanya”, kata
dokter Hani kepada dokter Herdi.
“Okai, kalau begitu, segera siapkan
protokol Monaco dan pemberian heparin bolus dengan dosis 50 iu/kg pelan-pelan,
dan segera konsultasikan ke DPJP ICU”, perintah dokter Herdi.
Kembali dengan lincahnya dokter Hani
segera melaksanakan protokol Monaco, yaitu pemberian morphine untuk
menghilangkan nyeri dadanya, pemberian oksigen, nitrogliserin, aspilet dan
clopidrogel serta mengkonsultasikan dengan dokter Gun, semua beres, tetapi
masih ada yang mengganjal di hati dokter Hani.
“Dok, perlu diberikan obat pencahar
tidak dok ?”, tanya dokter Hani.
“Menurutmu kenapa harus diberikan
pencahar?” mencoba meminta pertanggungjawaban atas instruksi dia, apa hanya
sekedar kebiasaan atau dia mengerti ilmunya…di hati dokter Herdi mengatakan
“Maaf ya…ngetes kamu sedikit….”
“Ya soalnya penyakit stemi, khan
kerja jantung tidak boleh meningkat, kalau tidak diberikan pencahar nanti buang
air besarnya bisa mengejan kuat, keadaan ini bisa meninggkatkan kebutuhan
oksigen di otot jantung, nanti bisa berhenti dong jantungnya” sambil tersenyum
dia memberikan jawaban
“Wuah…tepat sekali, kayaknya cocok
nih jadi dokter jantung”, dokter Hani menanggapi hanya dengan senyuman.
“Okai…sekarang panggil seluruh
keluarganya, kita berikan edukasi mengenai penyakitnya dan perencanaan
kedepannya”
“Siap dok”
Dengan sigap, dia segera
berkoordinasi dengan tim jaga lainnya
mengumpulkan keluarganya, untuk diberikan edukasi. Pada kondisi seperti
ini pasien dan keluarganya memang perlu mengerti kondisi penyakitnya karena ini
merupakan hak pasien dan keluarga (HPK), disamping juga harus disampaikan
perencanaan pasien ini, bagaimana asesmen pasien (AP) dan pelayanan serta asuhan
pasiennya (PAP). Setelah kumpul semua, dokter Herdi-pun memulai memberikan
edukasi kepada keluarga pasien.
“Bapak Ibu semuanya, asslamu’alaikum,
saya dokter Herdi dokter penanggung jawab jaga UGD dan ini dokter Hani, saya
ingin menjelaskan kondisi Ny, Sukinem kepada bapak ibu semuanya, apakah bapak
ibu bersedia untuk mendengarkan ?”Kaluarga pasien dengan wajah cemas memberikan
persetujuan.
“Iya dokter kami bersedia, malah itu
yang kami inginkan agar kami jelas”, kata orang yang paling tua mewakili mereka.
“Baiklah kalau semuanya bersedia,
mari kita mulai dengan berdoa bersama untuk Ny. Sukinem, semoga beliau segera
disembuhkan dan diangkat sakitnya oleh Allah SWT,(mereka hening sejenak berdoa)
Ny. Sukinem, sementara ini didiagnosis dengan gangguan oksigenasi jantung atau
biasa disebut dengan Stemi, yaitu kondisi dimana jantung otot-ototnya
mengalamai kekurangan oksigen, hal ini bisa disebabkan oleh berbagai hal, salah
satunya sumbatan pada pembuluh darah jantung, sedang faktor pemberatnya adalah
hipertensi atau darah tinggi maupun kholesterol yang kebetulan Ny. Sukinem juga
menderita penyakit ini”
“Berbahaya tidak dokter ?”,
(tiba-tiba salah seorang keluarga memotong pembicaraaan dokter Herdi).
“Kalau berbahaya iya, kalau kita
lihat hasil EKG ini menunjukkan gambaran sumbatan total pada pembuluh darah
jantungnya, bila kondisi ini berlanjut atau telat bisa menyebabkan berhentinya
jantung, (berhenti sebentar dokter Herdi melihat ekspresi para keluarga Ny.
Sukinem), apakah selama ini, ada obat yang rutin dikonsumsi oleh Ny. Sukinem?“
dokter Herdi melanjutkan anamnesis (alloanemnesa).
“Ada dokter, ibu biasanya minum
captopril dan simvastatin, tetapi kebetulan obatnya tidak dibawa” salah seorang
keluarga menerangkan, yang ternyata adalah anak tertua pasien yang setiap
harinya memberikan obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien.
“Terima kasih atas informasinya,
karena informasi ini sangat bermanfaat, oh iya, hasil diskusi dengan dokter
Rakhmat ahli penyakit dalam, ibu nanti harus dirawat di ruang ICU untuk
dilakukan pengenceran darah, dan memonitor secara ketat dan dilanjutkan dengan
beberapa pemeriksaan lanjutan, apakah keluarga dan pasien setuju untuk
dilakukan perawatan ICU ?”
“Iya setuju dokter” jawab mereka
serempak,
“Baiklah kalau memang setuju nanti
ada yang mewakili untuk memberikan persetujuan rawat inap dan khususnya
perawatan di ruang ICU.” Dokter Herdi merasa lega, pemberian informasi kepada
pasien bisa berjalan dengan lancar. Para keluarga kemudian kembali menuju ruang
tunggu UGD menunggu informasi berikutnya.
Dokter Hani kembali menemui dokter
Herdi dengan seutas senyum manisnya, mereka kembali mendiskusikan kasus pasien
yang baru ditangani, dokter Herdi menerangkan bahwa skrining pasien itu
sangatlah penting, karena pola pelayanan sekarang ini berpusat kepada pasien (patient center care), yaitu apa yang
dibutuhkan oleh pasien, oleh karena itu kita sebagai dokter jaga harus mengerti
bagaimana kekuatan kita disini, baik dari sisi sumber daya manusianya ataupun
sarana dan prasarana yang kita punyai. Skrining itu, kita lakukan seperti tadi,
pada saat awal petugas puskesmas memberikan informasi kepada kita bahwa akan
merujuk pasien ke sini, skrining kedua saat pasien sampai di rumah sakit, kita
lakukan triage pemilahan pasien tadi, mana yang harus kita prioritaskan. Skrining
selanjutnya setelah kita melakukan pemeriksaan secara lengkap, maka kita akan
menyimpulkan bahwa pasien ini tetap akan berlanjut di rawat disini atau tidak,
kalau dirawat disini akan dirawat dimana, diruang ICU atau diruang biasa, ruang
biasapun akan berkembang lagi, ruangan peruntukkan pasien infeksius apa bukan,
infeksiunya airbone atau bukan, nah
seandainya pasien ini harus dirujukpun kita harus mengidentifikasi mengapa
harus dirujuk, kemudian rumah sakit mana yang bisa menerima dari sisi sdm
maupun fasilitas yang dibutuhkan pasien, demikian dokter Herdi, dengan gaya
senyum puasnya menerangkan sistem pelayanan dirumah sakit mengenai skrining
pasien, dokter Hani pun mendengarkan seksama dan kadang mencuri pandang wajah
wibawa nya dokter Herdi. Mungkinkah diantara mereka ini akan berkembang menjadi
pepohonan yang ditaman dan berbuah lebat? Inilah rahasia Illahi yang siapapun
tiada mengerti bagaimana cerita ini akan berakhir. (goens"GN")
Komentar