Cerita Akreditasiku Part 1 : UNTUK SIAPA

 Part 1

UNTUK SIAPA

“Untuk anakku Wismo Herdi Wicaksono, Ayah akan bangga denganmu, setelah kamu memperjuangkan apa yang kamu inginkan, dalam mimpimu, dalam lelahmu, dalam kangenmu, kelak akan terbayar, saat engkau telah benar-benar mengenakan baju  jas putih itu, memang jas putih itu, kelak akan layak untuk kamu kenakan, bukan hanya sekedar penghias keramaian karnaval 17 Agustus disaat kamu SMP dulu. Ingatlah anakku, jas itu putih ! Mempunyai makna yang suci, begitu juga diharapkan untuk seorang dokter, Kelak janganlah kamu terlalu mengedepankan ke dokteran mu, tetapi hendaknya mempunyai hati yang seputih jasmu dalam memberikan pelayanan kepada pasienmu, jagalah hatinya, jagalah perasaannya, jagalah keselamatannya dan jangan lupa juga untuk anakku, jagalah keimanan pasien-pasienmu. Ayah akan selalu merindukannmu ”

Inilah sepenggal surat dari seorang ayah untuk anakknya, surat ini bagaikan sebuah wasiat untuk kehidupan seorang anak yang selalu disayanginya, surat ini tertulis di semester awal dia memasuki dunia kampus fakultas kedokteran, surat pertama dan terakhir yang dia terima,  sebuah surat kenangan yang selalu tersimpan rapih di relung hati dan kini terbingkai manis, pigura di dinding kamar tidurnya, terpampang jelas pesan itu, terpampang jelas wajah tegas penuh wibawa, sosok yang selalu dia rindukan, akan nasehat, dan sosok yang tidak tergantikan. “Ayah, masih teringat jelas peluh dan bau keringatmu, saat aku duduk dibelakang sepeda ontelmu, saat engkau mengajakku ke pematang sawah.” Dia duduk di kursi kamarnya, memandangi pigura manis itu. Dia adalah Wismo Herdi Wicaksono, orang banyak memanggilnya dengan Herdi, menurut pitutur Ayah, nama itu mengandung arti, Wismo (cumawis lan momot yaitu serba tersedia dan memuat), sedangkan Herdi itu anak lelaki, Wicaksono merupakan lambang kebijaksanaan, jadi menurut Ayah, arti nama itu adalah seorang lelaki yang selalu bersedia setiap saat untuk membantu kebaikan dan mau belajar alias muat, sebagai lambang kebijaksanaan, terang Herdi pada suatu waktu di depan kelas sekolah. Herdi kecil, kini sudah besar dan telah berhasil meraih gelar dokter yang dia cita-citakan sejak kecil, dengan segala perjuangannya semasa kuliah, seperti tertulis di dalam surat ayah, kuliah Fakultas Kedokteran penuh dengan aturan tata krama, senioritas dalam menjaga attitude, dan berbagai trik dan intrik dalam dunia perkuliahan, cinta yang bersemi maupun layu sebelum berkembang, politik kampus yang menyita waktu dan perhatian, masih banyak permasalahan yang mungkin bisa menghancurkan jiwa kemanusiaan ataupun justru sebagai pupuk yang mahal untuk bisa tumbuh dan berkembang menjadi jiwa yang matang. Perjuangan kampus telah meniti tangga pertama dan kini orang-orang mamanggil dia dengan dokter Herdi. Pagi itu setelah sholat subuh dia tertegun timbul rasa kerinduan dan teringat ayah dan bundanya, dengan desahan tarikan nafas, dia berusaha menembus batas dinding yang jauh, membayangkan wajah mereka, tanpa terasa bulir-bulir air mata menetes pelan di pojok kedua mata, diapun segera memanjatkan doa ke yang Esa “Tuhan Yang Agung penuh kasih, hari ini aku membutuhkan kasih-Mu dan akupun mengadu hanya pada-Mu, pagi ini kerinduanku, telah meluluhkan hatiku untuk Ayah, Kamu jangan iri ya Tuhan-ku yang penuh bijak, penuh kasih, obatilah rinduku dengan Engkau kabarkan ampuan dan kasih sayang-Mu untuk dia, karana Engkaulah pengampun penghapus dosa, aamiin, terima kasih Tuhan yang selalu mengabulkan doa hamba yang memohon”. Sesudah membaca doa yang diperuntukkan ayah, hati dia seolah semakin tenang menatap pagi dan hari ini.

Sudah menjadi kebiasaan Herdi sejak lama bahwa ia tidak akan memejamkan matanya setelah selesai mengerjakan sholat subuh untuk menyambut mentari pagi, dia rutin dengan bacaan dzikirnya untuk mengangungkan Allah SWT dan merendahkan diri akan hamba yang selalu menghamba pada-Nya, setelah dzikir dia rasakan cukup, dia akan melanjutkan dengan  membaca keindahan dan keagungan firman-Nya di dalam Al Quran secara  rutin. Inilah bekal tak ternilai warisan orang tuanya.

Ditemani segelas kopi panas di pagi itu dia kembali mengingat apa yang telah dipesankan Ayahnya akan sebuah nasehat,mengetahui tentang segala sesuatu dan mengetahui sesuatu tentang segala” hal ini mengandung arti bahwa selama kita hidup, kita harus berusaha mengetahui segala sesuatu, baik permasalahan yang berkaitan dengan sosial, agama, maupun kehidupan keseharian, ibaratnya jangan kudet atau kurang update, atau semasa menjadi mahasiswa jangan manjadi mahasiswa jam gandul, yaitu hanya sekedar rumah/kost kekampus dan kembali kampus menuju rumah atau kost, inilah ladang untuk berlatih agar kita menjadi manusia yang paham akan segala sesuatu tetapi manakala kita sedang mendalami sesuatu hal, harus dituntaskan, dikenali secara menyeluruh segala sesuatunya, alias jangan nanggung dan asal-asalan, tetapi tetap ingat apapun hasil yang telah diusahakan, masih ada Allah yang telah menentukan dan telah tertulis di dalam lembaran takdir, maka jangan sombong kalau berhasil dan jangan bersedih kalau tidak berhasil karena semua itu telah tertulis, kita hanya menjalankan perintah untuk berusaha keras menjemput takdir, bukan untuk pasrah atas takdir yang telah tertulis, karena usaha kita menjemput takdir itu adalah perintah agama dan Insya Allah kita akan mendapatkan pahalanya, inilah salah satu pesan ayah yang selalu terngiang dalam hidupnya.

Pagi ini dia begitu tertegun membaca berita disebuah surat kabar nasional “Pelayanan tidak profesional rumah sakit di Jakarta Pasien dirugikan”, ada lagi berita “Pasien komplain pelayanan di nomor duakan”, dan ada juga berita online disebuah surat kabar “Rumah sakit dituntut karena salah dalam memberikan transfusi”, masih ada lagi “Pasien meninggal dikarenakan perawat salah memberikan obat.” Dokter Herdi masih menemukan beberapa berita, diantaranya mengenai dokter palsu yang telah melakukan praktek kedokteran di sebuah rumah sakit selama 4 tahun, ada juga berita pasien menuntut setelah keluarganya meninggal di ruangan tidak diketahui oleh dokter dan perawat jaga, adanya masalah pasien terjebak di dalam lift karena liftnya macet, berita mengenai bayi tertukar, ada juga mengenai pencurian bayi, pasien meninggal terpeleset di kamar mandi, masih ada juga pasien komplain adanya benjolan di payudara sisi kiri tetapi yang dioperasi sis kanan.

Hemm…ternyata banyak juga yah, permasalahan kesehatan dan kedokteran di dalam rumah sakit”, dokter Herdi tiba-tiba mengguman dengan dirinya sendiri. “Begitu banyaknya permasalahan yang terjadi antara pasien dan pihak rumah sakit, apakah ini menunjukkan ketidakprofesionalan rumah sakit dengan sdm pendukungnya ataukah ada permasalahan lainya?, Inilah masalah yang memerlukan tindakan bijaksana dan pasti untuk mengatasi permasalahan ini”. Dia jadi kembali mengingat pesan ayahnya, yang masih tersimpan rapih di dinding kamarnya. Mungkin kalau seorang dokter menjalankan seperti apa yang dipesankan oleh ayah, segala permasalan di rumah sakit tidak akan terjadi.

Dokter Herdi tiba-tiba teringat pembicaraan pendahulunya tentang akreditasi, dan sepersekian detik dia segera beranjak menuju rak buku yang ada di dalam kamarnya, dan mengambil buku panduan akreditasi dari KARS, dia mencoba membuka buku itu, dia berpikir apa mungkin maksud dan tujuan KARS melaksanakan akreditasi di setiap rumah sakit ini untuk mencegah segala permaslahan yang timbul dalam pelayanan rumah sakit, dia terus membaca dan di dalam buku itupun Menteri Kesehatan mengatakan bahwa mutu pelayanan rumah sakit merupakan dimensi yang sangat strategis untuk mencapai Universal Health Coverage (UHC) dan Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu kehidupan yang sehat dan sejahtera. Untuk mencapai ini sesuai amanah UU no 44 tahun 2009, sampai menteri mengeluarkan permenkes no 34 tahun 2017, dan menunjuk  lembaga independen KARS untuk melakukan proses pendampingan dan penilaian rumah sakit melalui akreditasi rumah sakit setiap tiga tahun. Didalam buku panduan akreditasi KARS ini juga disebutkan bahwa peningkatan mutu dan keselamatan pasien dalam setiap proses pelayanan tidak boleh stagnan atau berhenti dilakukan oleh rumah sakit maupun pemberi pelayanan kesehatan lainnya, proses peningkatan mutu ini harus dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan serta standar mutunya harus selalu disesuaikan dengan standar mutu perkembangan global.

Dokter Herdi tanda disadari mengangguk-angguk membenarkan apa yang tertulis bahwa sistem akreditasi KARS ini yang bisa mencegah segala macam permasalahan dan komplain dari para pasien dan keluarganya. Akreditasi akan membuat seorang pasien mengerti, dia menderita apa dan apa yang akan dilakukan terhadap dirinya, dengan akreditasi pasien akan diawasi sehingga segala perburukan akan termonitor dengan baik melalui sistem early warning system, dengan akreditasi pasien akan dijamin tepat pasien, tepat lokasi dan tepat prosedur dalam proses oprasi dan tindakan lainnya, dengan akreditasi sistem kewaspadaan terhadap bencana terdeteksi dengan baik, dengan akreditasi pasien akan mengerti siapa dokternya, siap perawatnya, dengan akreditasi pasien bisa memilih siapa dokter yang akan merawatnya, dan dengan akreditasi pasien sebisa mungkin terjaga imannya dengan adanya tim bimbingan rohani sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

Apakah akreditasi ini hanya diperuntukkan hanya untuk pasien ? ternyata tidak, karena akreditasi akan memberikan kepastian hukum bahwa sarana kesehatan yang digunakan adalah sarana resmi bukan sarana ilegal, dokter yang memberikan pelayanan sesuai ketentuan dengan STR, SIP, Universitas dan lembaga pendidikan terakui tersertifikasi, dan mempunyai ijin, rincian kewenangan yang bisa dilakukan, demikian juga pada perawatnya dan tenaga profesional lainnya.

Penantian panjang ini semakin menundukan wajah Herdi lebih dalam, Diapun merenung “Bagaimana kubisa mengartikan sebuah kehidupan, sedangkan dalam rentang waktu yang sama telah kutemukan wajah-wajah beringas marah tanpa sebab, yang dia juga belum tahu pasti, wajah menunduk salah, menangis memohon ampunan, wajah menangis perih merasakan nyeri hati dan nyeri sakit dengan memelas pertolongan dokter, wajah pasrah hanya memohon Engkaulah satu-satunya pelindung dan penolong ku, maka lindungilah aku, wajah pemenang dengan angkuh akan kesombongannya dan berkata inilah aku yang kau butuhkan dan ketergantunganmu padaku, dan wajah asih yang berkenan menolong dengan menghamba, Engkaulah sebenarnya pemberi pertolongan, ku memohon pada Mu mudahkanlah.

Herdi kembali mengela nafas, “Tuhan, Engkaulah yang maha tahu dan mengerti akan apa yang telah Engkau ciptakan berbagai karekter iman, jiwa dan hal yang melekat pada manusia, letakkanlah diriku pada satandar yang memang mengharuskan bukan pada pada jalan yang justru menjerumuskan aku dalam dosa, aku tahu dunia kesehatan adalah hutan subur untuk menamkan pahala, samudra luas untuk berekspresi menuju jalan surga, jangan Engkau buat aku tersesat di tengah belantara dan jangan kau buat aku tenggelam di tengah samudra lautan” setelah merenungkan semua, diapun kembali berdoa, dan bersiap siap untuk menuju rumah sakit menanamkan pahala ditengah orang yang memohon belas kasih dan menyambut pahala ditengah samudra. (goens'GN)

Komentar