Kasus Intubasi Sulit
Pasien dengan Ameloblastoma
Sebuah kasus yang mengingatkan
saat aku berada pada stase di OK 6, pada kondisi ini mengajarkan kepada saya
sebagai calon ahli anestesi untuk bertindak teliti, mantap dalam bertindak,
tidak mudah percaya sebelum membuktikan sesuatu itu benar atau salah dan yang
terpenting mengajarkan bagaimana kita itu harus bertanggung jawab atas apa yang
kita kerjakan.

Kasus ini tentang seorang wanita
50 tahun yang mengalami ameloblastoma yang akan dilakukan hemimandibulektomi
dan rekosntruksi dengan prediksi kesulitan dalam intubasi. Tindakan
perioperatif anestesi meliputi kunjungan prabedah dan premedikasi, durante
operasi dan pasca operasi. Dalam setiap knjungan prabedah semestinya kita
mempunyai pemikiran “Bisakah pasien ini dilakukan intubasi” karena dengan
intubasi jalan nafas akan menjadi bebas dan dapat dikendalikan, intubasi ini
bisa melalui mulut dan hidung. Dengan kunjungan prabedah yang baik akan
mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien.
 |
Gambar : Kondisi preoperatife |
Kondisi intubasi sulit dapat
kita nilai dengan tes malampati, melihat leher pendek, adanya masa di sekitar
leher, masa di mulut dengan prediksi kemungkinan berdarah atau tidak, disebutkan
tingkat kesulitan intubasi terjadi pada 1/65 pasien, dimana hal ini aka
meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien. Selain prediksi tersebut juga
dapat didukung dengan pemeriksaan x foto vertebrae cervicalis, bagaimana letak trakhea
apakah ada deviasi atau tidak, atau ada penyempitankah.
Persiapan apa yang mesti kita
lakukan bila kita mendapatkan hal demikian : kita mulai dengan memberikan
informasi kepada pasien dan keluarga tentang kemungkinan gagal intubasi dan resiko
kemungkinan yang terjadi, juga tindakan lanjutan berupa tracheostomi ataupun
cricoidektomi yang mungkin dilakukan terhadap pasien. Persiapan teknis meliputi
:
a. Perlengkapan administratif :
inform concern dan persetujuan tindakan
b. Perlengkapan intubasi sulit :
stilet panjang, laryngoscope Mc Coy, Glidescope, fiberoptic
c. Kemungkinan tindakan lanjutan :
Jarum besar untuk cricoidectomi, PDT (percutaneus dilattational tracheostomy)
dan tracheostomi
 |
Gambar : Pasien pasca operasi di HCU |
Pada pasien ini intubasi dilakukan dengan persiapan intubasi pada umumnya, glidescope, fiberoptic intubasi dan peralatan pendukung siap, satu hal yang terlupakan adalah bahwa pasien ini tidak dilakukan x foto vertebrae cervicalis sehingga sulit memprediksi posisi trakhea. Induksi menggunakan propofol, cuff dalam sevoflurane dan N2O dan pemberian kortikosteroid dexametasone 10 mg IV serta lidokain 40 mg IV. Intubasi dengan gladescope dan gagal dalam 2 kali tindakan. Pada intubasi ketiga tetap dengan menggunakan glidescope laryngoscope dan berhasil secara intra oral dan dalam durante operasi dilakukan ganti ET secara nasal. Satu hal yang menjadi penyulit adalah tidak bisa melakukan manipulasi penekanan pada trakhea untuk membantu intubasi. Pasca operasi dilakukan perawatan di high care unit.
Gambar : Tes Malampati
Gambar : Jalan nafas dan intubasi
Gambar : Glidescope
Gambar : Teknik Fiberoptik intubasi
Tindakan intubasi sulit
hendaknya dilakukan dengan : tanpa sedasi, tanpa opioid dan tanpa pelumpuh
otot. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kegagalan intubasi dan kita masih
memungkinkan menjaga jalan nafas dan pernafasan pasien, walaupun hal ini kadang
disesuaikan dengan kondisi pasien apakah bisa diberikan bantuan nafas dengan
presure positif apa tidak. Pemberian kortikosteroid sebelum intubasi
(dexametasone IV) dan pasca ekstubasi dalam sebuah jurnal disebutkan memberikan
manfaat pencegahan terjadinya keluaran yang baik.
(Posting by GN)
Komentar