PROSEDUR ANESTESIA UMUM
A.
Pedoman Persiapan
Pra-Anestesia
1.
Pendahuluan
Setiap
tindakan anestesia baik anestesia umum maupun regional memerlukan evaluasi
pra-anestesia yang bertujuan untuk:
a.
Menilai
kondisi pasien.
b.
Menentukan
status fisis dan resiko.
c.
Menentukan
status teknik anestesia yang akan dilakukan.
d.
Memperoleh
persetujuan tindakan anestesia (informed
consent).
e.
Persiapan
tindakan anestesia.
2.
Indikasi:
Semua
pasien yang akan
menjalani prosedur yang memerlukan pengawasan dokter anestesia maupun tindakan
anestesia.
3.
Kontraindikasi
tidak
ada.
4.
Evaluasi
pra anestesia
Evaluasi
pra anestesia dilakukan sebelum tindakan induksi anestesia.
a.
Pemeriksaan
pra-anestesia
1) Anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang sesuai indikasi serta konsultasi dokter
spesialis bila diperlukan.
2)
Dokter
anestesia dapat menunda atau menolak tindakan anestesia bila hasil evaluasi
pra-anestesia dinilai belum dan atau tidak layak untuk tindakan anestesia.
3)
Seyognyanya dalam kunjungan pra bedah, kita menilai METs
sesorang untuk memprediksi resiko pembiuasan, apalagi bila sesorang ada
penyakit penyerta jantung, diabet mellitus atau lainnya.
Tabel Metabolic
Equivalent Task
(METs)
Aktivitas Fisik
|
MET
|
Lemah Intensitas
Kegiatan
|
<3
|
Sedang tidur
|
0.9
|
Menonton televisi
|
1.0
|
Menulis, meja kerja, mengetik
|
1.8
|
Berjalan, 1,7 mph (2,7 km / jam), tanah yang datar,
berjalan-jalan, sangat lambat
|
2.3
|
Berjalan, 2,5 mph (4 km / jam)
|
2.9
|
Sedang Intensitas
Kegiatan
|
3 - 6
|
Bersepeda, stasioner, 50 watt, usaha sangat ringan
|
3.0
|
Berjalan 3,0 mph (4,8 km / jam)
|
3.3
|
Senam, olahraga di rumah, usaha ringan atau sedang, umum
|
3.5
|
Berjalan 3,4 mph (5,5 km / jam)
|
3.6
|
Bersepeda, <10 mph (16 km / jam), waktu luang, untuk bekerja
atau untuk kesenangan
|
4.0
|
Bersepeda, stasioner, 100 watt, upaya cahaya
|
5.5
|
Kuat Intensitas Kegiatan
|
> 6
|
Jogging, umum
|
7.0
|
Senam (pushups misalnya, situps, pullups, meloncat-loncat),
berat, upaya kuat
|
8.0
|
Berjalan jogging, di tempat
|
8.0
|
Tali jumping, aktif sepakbola, berenang, tenis single
|
10.0
|
Catatan : penilaian berdasarkan masing-masing item, dengan
langsung menskoring sesuai nilai yang didapat.
Sebagai
gambaran umum dalam melakukan anestesi, bila nilai METs < 4 mempunyai resiko yang besar sedangkan
bila > 5 lebih kecil resiko, tetapi tetap harus memperhatikan penyakit
penyerta pasien dan jenis tindakan operasinya (kecil, sedang atau besar).
b.
Menentukan
status fisis pasien
1)
Status
fifik mengacu pada klasifikasi ASA
ASA 1 :
|
: pasien dengan kesehatan normal (0,06-0,08%)
|
ASA 2 :
|
: pasien dengan penyakit sistemik ringan
(diabetes ringan, hipertensi terkontrol, obesitas [0,27-0,4])
|
ASA 3 :
|
: pasien dengan penyakit sistemik berat yang
membatasi aktivitas (angina, COPD, infark miokard [1,8-4,3%])
|
ASA 4 :
|
: pasien dengan penyakit yang mengancam kehidupannya
(CHF, gagal ginjal [7,8-23%])
|
ASA 5 :
|
: pasien yang tidak diharapkan hidup dalam 24
jam (ruptur aneurisma [9,4-51%]
|
ASA 6 :
|
: pasien dengan mati batang otak yang akan
mendonorkan organ
|
Tambahkan”E” setelah klasifikasi untuk operasi darurat,
|
ASA (American Society of Anesthesiologyst) : (morgan)
2)
Evaluasi
jalan napas
Penilaian dengan menggunakan skor mallampati atau klasifikasi
mallampati, yaitu
sistem skor medis yang digunakan di
bidang anestesiologi untuk menentukan level kesulitan dan bisa
menimbulkan resiko pada intubasi pasien yang sedang menjalani proses
pembedahan.
Hasil
menentukan tingkat yg dibedakan dari I sampai IV.
·
Grade I : Tampak pilar faring,
palatum molle dan uuvula
·
Grade II : Tampak hanya palatum
molle dan uvula
·
Grade
III : Tampakhanya palatum molle
·
Grade
IV : Palatum molle tidak tampak.
Kelas
I mengindikasikan seorang pasien yang
seharusnya lebih mudah diintubasi. Tingkat tertinggi, kelas IV ditujukan ditujukan
kepada pasien kemungkinan sulit intubasi dengan resiko tinggi,
komplikasi.
c.
Informed consent
1)
Menjelaskan
rencana tindakan anestesia, komplikasi, pengelolaan pasca anestesi dan risiko anestesia
2)
Memperoleh
izin tertulis dari pasien atau keluarga pasien.
Pedoman puasa pada operasi elektif
Umur
|
Padat
(jam)
|
Clear
Liquids
(jam)
|
Susu formula
|
ASI
(jam)
|
Neonatus
|
4
|
2
|
4
|
4
|
<6 bulan
|
4
|
2
|
6
|
4
|
6-36 Bln
|
6
|
3
|
6
|
4
|
>36 Bln
|
6
|
2
|
6
|
|
Dewasa
|
6-8
|
2
|
|
|
d.
Medikasi
Pra Anestesi
1)
Medikasi
pra anestesia dapat diberikan sesuai kebutuhan, antara lain obat golongan sedative-tranquilizer analgetic opioid,
anti emetic, H-2 antagonis.
Tujuan :
· Berikan
rasa nyaman pada penderita (kawatir, takut, muntah, amnesia, sakit, dll)
·
Memudahkan
/ memperlancar induksi
·
Mengurangi
dosis obat anesthesi
·
Menekan
reflek yang tidak didinginkan
·
Mengurangi
sekresi saliva di jalan nafas
·
Mengurangi
resiko aspirasi
·
Merupakan
salah satu teknik anesthesi
2)
Jalur
pemberian dapat diberikan melalui oral, IV, IM, rektal, intranasal.
e.
Rencana
pengelolaan pasca bedah
1) Menjelaskan
teknik dan obat yang digunakan untuk penanggulangan nyeri pasca bedah.
2) Menjelaskan
rencana perawatan pasca bedah (ruang rawat biasa atau ruang perawatan khusus).
f.
Dokumentasi
(pencatatan dan pelaporan)
Hasil
evaluasi pra anestesia didokumentasikan/dicatat secara lengkap di rekam medik
pasien.
(sumber : pedoman pelayanan kedokteran anestesiologi dan terapi intensif; permenkes no hk.02.02/menkes/251/2015)
by goens"GN"
Komentar