SPIRITUAL LEADERSHIP
Oleh : Gusmanto, MBA, Apt
PENDAHULUAN
Kepemimpinan efektif yang
selama ini telah dilakukan banyak CEO dan Manager seluruh dunia, adalah yang
berkaitan dengan motivasi, pengembangan potensi individu, dan pembentukan team
yang solid. Namun itu saja tidak cukup; kemampuan mengelola krisis, perubahan
dan melakukan pertumbuhan-pertumbuhan, menjadi tuntutan dominan dalam
kepemimpinan. Keahlian kepemimpinan membutuhkan tidak saja ketrampilan namun
juga membutuhkan inspirasi, kearifan dan komitmen. Semua orang saat ini
mengidamkan kepemimpinan, membutuhkan figure kepemimpinan yang dapat
diandalkan, dipercaya dan dapat mengaktualisasikan perubahan-perubahan
konstruktif. Kita membutuhkan kepemimpinan yang mampu mentransformasikan
karakter organisasi, memberikan perubahan-perubahan strategis, sekaligus yang
dapat meningkatkan potensi individu-individu yang dipimpinnya, efektif
mengelola resources dan memiliki
keinginan untuk aktif terlibat dalam proses inovasi dan pertumbuhan. Serta yang
terpenting, memiliki semangat meraih pencapaian dan mengejar kesuksesan tanpa
terdominasi oleh materialism belaka. Demikian dikatakan sebagai kepemimipianan
yang efektif. Model kepemimpinan itu menurut Percy adalah “the
leadership SQ” atau “kepemimpinan spiritual” atau “the corporate
mystic” menurut Hendricks dan Ludeman, “kepemimpinan dimensi keempat”
menurut Herry Tjahjono, “kepemimpinan yang mengembangkan kecerdasan emosi”
menurut Coleman, “executive EQ” menurut Cooper dan Sawaf dan powerful
leaders menurut Ary Ginanjar Agustian.
SPIRITUAL LEADERSHIP
DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Istilah “kepemimpinan” telah banyak kita kenal, baik secara akademik
maupun sosiologik. Akan tetapi ketika kata kepemimpinan dirangkai dengan
konsep SQ kemudian menjadi leadership SQ menjadi ambigu. Dalam tulisan ini
selanjutnya, konsep Leadership SQ akan diterjemahkan sebagai
“kepemimpinan spiritual”. Istilah “spiritual” adalah bahasa Inggris berasal
dari kata dasar “spirit”. Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary
misalnya, istilah spirit antara lain memiliki cakupan makna:
jiwa, arwah / roh, semangat, hantu, moral dan tujuan atau makna
yang hakiki. Sedangkan dalam Bahasa Arab, istilah spiritual
terkait dengan yang ruhani dan ma’nawi dari segala sesuatu.
Makna inti dari kata spirit berikut kata jadiannya seperti spiritual
dan spiritualitas (spirituality) adalah bermuara kepada kehakikian,
keabadian dan ruh; bukan yang sifatnya sementara dan
tiruan. Dalam perspektif Islam, dimensi spiritualitas senantiasa berkaitan
secara langsung dengan realitas Ilahi, Tuhan Yang Maha Esa (tauhid).
Spiritualitas bukan sesuatu yang asing bagi manusia, karena merupakan inti (core)
kemanusiaan itu sendiri. Manusia terdiri dari unsur material dan spiritual atau
unsur jasmani dan ruhani. Perilaku manusia merupakan produk tarik-menarik
antara energi spiritual dan material atau antara dimensi ruhaniah dan jasmaniah.
Dorongan spiritual senantiasa membuat kemungkinan membawa dimensi material
manusia kepada dimensi spiritualnya (ruh, keilahian). Caranya
adalah dengan memahami dan menginternalisasi sifat-sifat-Nya, menjalani
kehidupan sesuai dengan petunjuk-Nya dan meneladani Rasul-Nya Tujuannya
adalah memperoleh ridlo-Nya, menjadi “sahabat” Allah, “kekasih” (wali)
Allah. Inilah manusia yang suci, yang beberadaannya membawa kegembiraan bagi
manusia-manusia lainnya.
Kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang membawa dimensi
keduniawian kepada dimensi spiritual (keilahian). Tuhan adalah
pemimpin sejati yang mengilhami, mempengaruhi, melayani dan menggerakkan hati
nurani hamba-Nya dengan cara yang sangat bijaksana melalui pendekatan
etis dan keteladanan. Karena itu kepemimpinan spiritual disebut juga sebagai
kepemimpinan yang berdasarkan etika religius. Kepemimpinan yang mampu
mengilhami, membangkitkan, mempengaruhi dan menggerakkan melalui keteladanan,
pelayanan, kasih sayang dan implementasi nilai dan sifat-sifat ketuhanan
lainnya dalam tujuan, proses, budaya dan perilaku kepemimpinan.
Dalam perspektif sejarah, kepemimpinan spiritual telah dicontohkan dengan
sangat sempurna oleh Muhammad SAW. Dengan integritasnya yang luar biasa dan
mendapatkan gelar sebagai al-amin (terpercaya), Muhammad SAW mampu
mengembangkan kepemimpinan yang paling ideal dan paling sukses dalam sejarah
peradaban umat manusia. Sifat-sifatnya yang utama yaitu siddiq (integrity),
amanah (trust), fathanah (smart) dan tabligh
(openly) mampu mempengaruhi orang lain dengan cara mengilhami tanpa
mengindoktrinasi, menyadarkan tanpa menyakiti, membangkitkan tanpa memaksa dan
mengajak tanpa memerintah.
Uraian di atas menggambarkan bahwa persoalan spiritualitas semakin
diterima dalam abad 21 yang oleh para futurolog seperti Aburdene dan Fukuyama
dikatakan sebagai abad nilai (the new age). Dalam perspektif
sejarah Islam, spiritualitas telah terbukti menjadi kekuatan yang luar
biasa untuk menciptakan individu-individu yang suci, memiliki integritas dan akhlakul
karimah yang keberadaannya bermanfaat (membawa kegembiraan) kepada yang
lain. Secara sosial, spiritualitas mampu membangun masyarakat Islam mencapai
puncak peradaban, mampu mencapai predikat khaira ummat dan
keberadaannya membawa kebahagiaan untuk semua (rahmatan lil’âlamin).
Kepemimpinan spiritual diyakini sebagai solusi terhadap krisis
kepemimpinan saat ini. Kepemimpinan spiritual merupakan puncak evolusi model
atau pendekatan kepemimpinan karena berangkat dari paradigma manusia sebagai
makhluk yang rasional, emosional dan spiritual atau makhluk yang struktur
kepribadiannya terdiri dari jasad, nafsu, akal, kalbu dan ruh. Kepemimpinan
spiritual adalah kepemimpinan yang sejati dan pemimpin yang sesungguhnya. Dia
memimpin dengan etika religius yang mampu membentuk karakter, integritas dan
keteladanan yang luar biasa. Ia bukan seorang pemimpin karena pangkat,
kedudukan, jabatan, keturunan, kekuasaan dan kekayaan.
Kepemimpinan spiritual bukan berarti kepemimpinan yang anti intelektual.
Kepemimpinan spiritual bukan hanya sangat rasional, melainkan justru
menjernihkan rasionalitas dengan bimbingan hati nuraninya. Kepemimpinan
spiritual juga tidak berarti kepemimpinan dengan kekuatan gaib sebagaimana
terkandung dalam istilah “tokoh spiritual” atau “penasehat spiritual”,
melainkan kepemimpinan dengan menggunakan kecerdasan spiritual, ketajaman mata
batin atau indera keenam. Kepemimpinan spiritual juga tidak bisa disamakan
dengan yang serba esoteris (batin) yang dilawankan dengan yang serba eksoteris
(lahir, formal), melainkan berupaya membawa dan memberi nilai dan makna yang
lahir menuju rumah batin (spiritual) atau memberi muatan spiritualitas
dan kesucian terhadap segala yang profan.
Kajian dan penelitian tentang kepemimpinan spiritual dengan berbagai
variasi peristilahannya semakin menarik dan semakin banyak dilakukan
akhir-akhir ini. Demikian juga pelatihan dan buku-buku atau
majalah-majalah tentang spiritualitas termasuk di dalamnya kecerdasan
spiritual semakin banyak bermunculan dengan tiras yang tinggi.
Kajian tentang kepemimpinan spiritual dalam berbagai bidang telah
dilakukan oleh para peneliti terdahulu antara lain oleh beberapa peneliti
sebagaimana dikemukakan di atas dan terbukti sangat efektif. Dalam konteks
pendidikan Islam dan dengan berbagai persoalan sosial yang menyertainya,
kepemimpinan spiritual adalah salah satu solusi paling efektif untuk melakukan
perubahan.
Komentar